Surabaya (ANTARA News) - Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengeluhkan sikap diskriminatif pihak pengelola pelabuhan di Indonesia terhadap produk perikanan dan kelautan yang akan diekspor.

"Pelabuahn di Indonesia sangat tidak adil terhadap produk basah. Kalau produk industri basah, seperti perikanan ini mereka memprosesnya lebih lama," katanya di Surabaya, Senin.

Menurut dia, kalau produk perikanan terlalu lama di pelabuhan, maka pengusaha mengalami kerugian yang cukup besar.

"Kadang-kadang, tambahnya, di pelabuhan bisa mencapai dua hingga tiga minggu, padahal 24 jam saja produknya sudah rusak. Banyak yang komplain kepada saya," ujarnya.

"Untuk itu saya akan melaporkan masalah ini kepada Presiden," katanya saat ditemui di sela-sela pelepasan ekspor ikan dan hasil laut ke Timur Tengah dan Afrika di kawasan pergudangan Margomulyo, Surabaya.

Di bidang sertifikasi untuk mendukung peningkatan ekspor, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah melakukan banyak perubahan.

"Sejak 2008 penerbitan sertifikat kesehatan (HC) berbasis `In Process Inspection` sejumlah daerah sudah bisa melakukan efisiensi pengurusan dari 10 hari menjadi satu hari," kata Fadel.

Efisiensi pengurusan sertifikat kesehatan itu sudah dilakukan di DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Lampung.

"Artinya, program ini telah memberikan manfaat secara ekonomi terhadap para eksportir produk perikanan berupa percepatan modal kerja dan penghematan waktu penggunaan kontainer di pelabuhan sehingga berdampak pada efisiensi biaya sewa," kata mantan Gubernur Gorontalo itu.

Oleh sebab itu, dia meminta dukungan pihak pelabuhan dan kepabeanan agar turut mempercepat proses pengurusan ekspor produk perikanan dan kelautan.

Apalagi, tambahnya, pada 2015 Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mencanangkan target Indonesia sebagai negara produsen perikanan terbesar di dunia.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010