Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan membentuk tim dari unsur Kejaksaan Agung, Departemen Keuangan, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), untuk meneliti masalah tunggakan (wanprestasi) obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syamsul Nursalim senilai Rp4,758 triliun.

"Menteri Keuangan (Menkeu) yang membentuk tim dari Depkeu, Kejagung dan BPK," kata Jaksa Agung Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Edwin Pamimpin Situmorang, di Jakarta, Senin.

Ia menyatakan, sampai sekarang belum ada kesepakatan antara Jaksa Pengacara Negara (JPN) dengan Departemen Keuangan mengenai tagihan terhadap bos Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Syamsul Nursalim tersebut.

Menurut dia, perbedaan itu apakah Syamsul Nursalim masih diharuskan membayar uang tunggakan karena dirinya sudah mendapatkan Surat Keterangan Lunas (SKL).

"Perbedaan antara JPN dengan Depkeu itu, nanti dibahas oleh tim," katanya.

Masih adanya utang bos Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Syamsul Nusalim, terungkap dalam persidangan Jaksa Urip Tri Gunawan terkait kasus suap dari Artalyta Suryani alias Ayin sebesar 660 ribu dollar AS, di Pengadilan Tipikor pada Mei 2008.

Majelis hakim menyatakan pemilik BDNI itu masih berutang sebesar Rp4,76 triliun, dan mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Kemas Yahya Rahman, yang seharusnya mengumumkan wanprestasi Syamsul Nursalim, ternyata tidak ia lakukan.

Akibatnya Kemas Yahya Rahman dan M Salim (mantan Dirdik), serta Jamdatun--saat itu--Untung Udji Santoso, dicopot dari jabatannya.

Kasus itu terjadi pada 1997, saat Bank Indonesia (BI) mengucurkan kredit kepada PT BDNI sebesar Rp37,039 triliun dan sebagai pemegang saham pengendali (PSP) adalah Syamsul Nursalim.

Pada 20 Agustus 1998, PT BDNI dinyatakan sebagai bank beku operasi (BBO), berdasarkan Keputusan BPPN Nomor 43/BPPN/1998 tentang Pembekuan PT BDNI dalam Rangka Program Penyehatan Perbankan Nasional, karena PT BDNI tidak dapat melakukan kewajibannya dalam pengembalian kredit.

Berdasarkan hasil perhitungan ulang yang dilakukan oleh Erns & Young terdapat kekurangan kewajiban pemegang saham senilai Rp4,758 triliun
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010