Jakarta (ANTARA News) - Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan pemeriksaan kepala daerah seharusnya tidak memerlukan izin dari presiden karena akan memperlambat proses penanganan kasus.

"Kalau harus melalui proses perizinan yang sangat birokratis, itu menghambat sekali penanganan perkara korupsi yang melibatkan pejabat," katanya, di Jakarta, Selasa.

Ia menuturkan, selama ini, seorang kepala daerah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka tidak dapat langsung diperiksa jika belum ada izin dari presiden. Situasi ini, katanya, mengganggu penyelesaian kasus itu sendiri.

Ia mencontohkan, dalam kasus yang melibatkan Wali Kota Salatiga, Jateng, aparat tidak dapat langsung memeriksa yang bersangkutan karena tidak ada izin, sehingga pemeriksaan hanya bisa dilakukan untuk staf yang terkait.

"Begitu juga di Semarang, wali kota sudah jadi tersangka dalam kasus korupsi. Tapi karena izin pemeriksaan presiden tak keluar, dia tak bisa diperiksa oleh kejaksaan setempat," katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan walaupun telah ada aturan yang menyebutkan apabila setelah 60 hari diajukan surat izin belum dikeluarkan maka pemeriksaan dapat dilaksanakan, namun pada praktiknya surat izin ini tetap dijadikan alasan untuk menunda pemeriksaan.

"Izin itu tidak perlu menghambat proses hukum sepanjang itu sudah terpenuhi, tapi seringkali akhirnya izin pemeriksaan itu dijadikan alasan supaya tak memeriksa," katanya.

Berbeda dengan Adnan, anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Agus Purnomo menilai surat izin pemeriksaan kepala daerah dari presiden masih diperlukan.

"Tetap masih perlu izin karena dia wakil daerah, wakil pemerintah pusat," katanya.

Namun, ia mengakui dari sisi waktu, pengeluaran surat izin ini akan memperlambat proses. Untuk itu, ia mengusulkan agar kepala daerah yang diduga terlibat kasus korupsi didahulukan pemeriksaannya.

"Usul saya dibuat pengaturan untuk kategorisasi, untuk kasus kriminal murni, penyalahgunaan wewenang dan suap menjadi prioritas utama. Sedangkan untuk kasus pribadi seperti pelanggaran moral dikategorikan sebagai prioritas kedua," katanya.

Ia mengatakan, kebijakan tentang pemeriksaan kepala daerah ini merupakan kewenangan dari Menteri Dalam Negeri dan Kepolisian.

Ia menyarankan adanya pengaturan melalui peraturan menteri dalam negeri maupun nota kesepahaman antara Mendagri dan Kepolisian untuk mempercepat penanganan kasus yang melibatkan kepala daerah.

Sementara itu, sepanjang tahun 2009 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan surat izin pemeriksaan enam kepala daerah dan wakil kepala daerah. Izin pemeriksaan tersebut, baik sebagai saksi maupun tersangka.

Keenam kepala daerah tersebut yaitu Bupati Sukabumi Sukmawijaya, Wakil Bupati Buol (Sulawesi Tengah) Ramli Kadadia, Bupati Bandung Barat Abubakar, Bupati Bandung Obar Sobarna, Bupati Lampung Timur Satono, dan Bupati Toba Samosir Monang Sitorus.

Undang-undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 36 ayat 2 menyebutkan, dalam hal persetujuan terulis tidak diberikan presiden dalam waktu paling lambat 60 hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010