Jambi (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi, dalam rapat koordinasi diantara keduanya, Rabu, bersitegang dalam soal anggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur Jambi karena bantuan yang telah disepakati belum menyebutkan anggaran untuk putaran kedua.

Anggota KPU Pusat I Gede Putu Arta menilai nota perjanjian hibah daerah (NPHD) yang telah ditandatangani KPU Provinsi Jambi dan Pemprov Jambi perlu diperbaiki karena tidak menyebutkan soal anggaran pilkada putaran kedua.

Seharusnya penetapan anggaran dalam NPHD ini dijelaskan untuk putaran pertama dan kedua. Sementara yang tertuang saat ini hanya untuk satu putaran. "Jadi menurut saya, KPU jangan dulu bergerak sebelum soal dana benar-benar siap," tegas Putu.

Dia mengatakan, kesepakatan itu jangan sampai merepotkan KPU nanti mengingat banyak sekali proses yang harus dilaksanakan KPU sebagai pelaksanaka pilkada, termasuk proses pemuktahiran data yang harus akurat supaya tidak ada masalah.

"Saya melihat semua ini akibat kurangnya antisipasi dan lalainya kepala daerah. Seharusnya, setiap tahun pemda sudah menyisihkan supaya tidak terjadi hal seperti ini," kata Putu.

Putu meilai alokasi anggaran Pilkada Gubernur Jambi senilai Rp49,9 miliar untuk satu putaran, sangat kurang ika dibandingkan dengan daerah lain, sepeti Kalimantan Selatan yang menganggarkan Rp81 miliar dan Sulawesi Tengah yang menyiapkan Rp91 miliar.

"Kedua daerah itu menyiapkan anggaran pilkada cukup besar, padahal daerah dan jumlah penduduknya hampir sama dengan Provinsi Jambi," katanya.

Putu berharap, KPU tidak disalahkan masyarakat sebagai penghambat pelaksanaan pilkada, sehingga NPHD harus diubah dan ada jaminan dana untuk putaran kedua sehingga KPU nyaman dalam menjalankan tugasnya.

Menanggapi pernyataan Putu ini, Kepala Bappeda Provinsi Jambi Fauzie Ansori menyatakan, Pemprov Jambi tidak bisa memenuhi keinginan KPU mengubah NPHD.

Menurutnya, dalam menetapkan dan membahas NPHD, pihak sudah membahas dan sepakat dengan KPU Provinsi Jambi, sehingga dilanjutkan dengan penandatanganan kedua belah pihak.

"Semuanya sudah dibahas dan ditandatangi kedua pihak. Bahasanya pun sudah dikaji oleh kepala biro hukum. Jadi sudah jelas, karena itu tidak perlu dibahas lagi. Kalau begini terus, kapan tahapan pilkada akan dimulai," katanya.

Berdasarkan Permendagri Nomor 44 Pasal 9 Ayat (2), ujar Fauzie, sudah sangat jelas disebutkan perubahan akan disepakati kembali oleh kedua belah pihak.

"Jangan sampai ada kesalahpahaman lagi. Sebelum ditandatangani semua isi NPHD sudah dipelajari kedua pihak," tegasnya.(*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010