Jakarta (ANTARA News) - Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan kasus dugaan korupsi di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Thailand, tidak bisa dihentikan penyidikannya (SP3) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Pasalnya dalam kasus itu ada penyalahgunaan uang negara meski tersangka sudah mengembalikan kerugian negara tersebut," kata peneliti ICW, Febri Diansyah, di Jakarta, Minggu.

Sebelumnya, penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengusulkan kasus dugaan korupsi pada KBRI untuk Thailand, dihentikan karena tersangka sudah mengembalikan uang kerugian negara.

Kejagung sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada KBRI di Thailand tersebut, yakni, M Hatta (Duta Besar untuk Thailand), Djumantoro Purbo (Wakil Duta Besar untuk Thailand) dan Suhaeni (bendahara KBRI Thailand).

Tersangka kasus KBRI di Thailand sendiri sudah mengembalikan uang KBRI Thailand itu senilai Rp2,5 miliar.

Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Perbankan (BPKP) dalam kasus KBRI di Thailand, ditemukan adanya kerugian negara Rp2,4 miliar.

Febri Diansyah menyatakan Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi menyebutkan pengembalian uang negara itu tidak bisa menghapuskan tindak pidananya.

"Pengembalian uang negara itu tidak bisa menghapuskan tindak pidananya," katanya.

Karena itu, ia menyatakan sulit sekali berharap kepada Kejagung untuk bisa menyelesaikan kasus KBRI Thailand tersebut.

"ICW menyarankan kalau Kejagung sudah tidak mampu menangani kasus KBRI Thailand, maka lebih baik diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menanganinya," katanya.

Hal serupa seperti yang telah dilakukan oleh Mabes Polri, kata dia, saat menangani Anggodo Widjoyo yang terlibat dalam kasus rekayasa penetapan tersangka pimpinan KPK.

"Karena polisi tidak mampu menangani kasus Anggodo, maka diserahkan kepada KPK. Dan hasilnya KPK menetapkan Anggodo sebagai tersangka," katanya.

Kasus tersebut diduga bermula saat KBRI Thailand dalam Tahun Anggaran Daftar Isian Proyek Anggaran (DIPA) 2008 menyisakan anggaran DIPA sebesar Rp2,5 miliar.

Dana itu tidak disetorkan kembali ke kas negara, namun oleh pejabat KBRI digunakan untuk kepentingan lain tanpa dilakukan revisi anggaran dari Departemen Keuangan (Depkeu).

Dana DIPA itu diduga untuk pembentukan panitia penyelenggaraan Indonesia Day 2008 di Bangkok, pembentukan Satgas Penanggulangan WNI yang tertahan di Bangkok, dan pembentukan panitia penyelenggaraan serta pelaksanaan KTT ASEAN ke-14.

Selain itu untuk pembayaran tunjangan kemahalan bagi pegawai setempat dan guru pada KBRI di Thailand.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010