Jakarta (ANTARA News) - Menteri Negara Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa dan Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh melaporkan dan mengumumkan harta kekayaan mereka di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Selasa.

Harta kekayaan kedua penyelenggara negara itu mengalami kenaikan dalam kurun waktu dua tahun terakhir.

Data KPK menyebutkan, harta Suharso Monoarfa berjumlah Rp13,3 miliar pada 23 November 2009 atau melonjak tajam dari jumlah harta pada 2 Juli 2007 yang sebesar Rp3,5 miliar.

Kenaikan harta Suharso yang paling signifikan terjadi pada komponen harta bergerak selain alat transportasi dan ternak.

Pada Juli 2007, Suharso tidak memiliki komponen harta tersebut. Namun, pada 23 November 2009, komponen harta itu melonjak tajam menjadi Rp8,01 miliar.

Menurut Suharso, kenaikan itu disebabkan oleh kepemilikan logam mulia. Kepemilikan logam mulia itu sebenarnya sudah dilaporkan sejak 2002 sampai 2007, namun belum bisa dihitung oleh KPK.

"Jadi baru dimasukkan pada 2009 ini," kata Suharso.

Sementara itu, harta Mohammad Nuh tercatat sebesar Rp3,4 miliar pada 18 November 2009. Jumlah itu lebih banyak daripada perhitungan pada 9 Juli 2007 sebesar Rp1,8 miliar.

Menurut Nuh, salah satu penyebab kenaikan itu adalah penambahan jumlah komponen harta berupa giro dan setara kas lain.

Penambahan itu, katanya, disebabkan oleh pendapatannya sebagai Komisaris PT Semen Gresik semasa dia belum menjadi menteri pada 2007.

KPK juga menerima laporan harta kekayaan tiga mantan menteri, yaitu mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Widodo AS (jumlah harta Rp6,5 miliar dan 10 ribu dolar AS), mantan Menteri Negara Perumahan Rakyat Yusuf Asy`ari (Rp19,3 miliar), dan mantan Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal (Rp1,9 miliar dan 43 ribu dolar AS).

Laporan harta kekayaan diatur dalam pasal 5 UU nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Aturan itu menyatakan, setiap penyelenggara negara wajib melaporkan dan mengumumkan harta kekayaannya sebelum dan sesudah menjabat. Penyelenggara negara juga wajib membarui laporan setiap dua tahun.

KPK diberi kewenangan melalui Undang-undang untuk memeriksa dan meneliti laporan harta kekayaan dalam format Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Namun, aturan tersebut tidak mangatur hukuman bagi penyelenggara negara yang terlambat atau tidak melaporkan harta kekayaan.
(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010