Riyadh (ANTARA News/Reuters) - Arab Saudi mempertimbangkan tawaran gencatan senjata pemberontak Syiah Yaman untuk mengahiri pertempuran dengan tentara kerajaan itu di wilayah perbatasan Yaman-Saudi dan merencanakan mengambil keputusan pada Selasa petang, kata juru bicara kementerian pertahanan Saudi.

Pemimpin pemberontak Syiah Yaman pada Senin menawarkan gencatan senjata kepada Arab Saudi, penghasil terbesar minyak dunia, dan menyatakan pejuangnya akan menarik diri dari wilayah kerajaan itu untuk menghindari korban lebih di kalangan penduduk.

"Tawaran gencatan senjata itu dikaji dan kami akan membuat keputusan resmi nanti siang," kata juru bicara kementerian pertahanan Jenderal Ibrahim Malek.

Tawaran Abdul-Malik Houthi itu terjadi sesudah tiga bulan pertempuran tapal batas antara pemberontak Syiah dengan tentara Saudi, yang menggunakan pesawat untuk membom pemberontak.

"Untuk menghindari lebih banyak pertumpahan darah dan menghentikan serangan atas penduduk, kami menawarkan prakarsa ini," kata Houthi dalam rekaman suara di Internet.

Houthi memperingatkan bahwa jika Arab Saudi tidak mengakhiri permusuhannya, sebagai balasannya, pemberontak akan melancarkan "perang terbuka" terhadap kerajaan itu.

Pemerintah pusat Yaman memerangi pemberontak itu secara tidak tetap sejak 2004, tetapi sengketa tersebut menghebat pada musim panas lalu ketika Sanaa melancarkan gerakan Bumi Hangus untuk memadamkan lonjakan kekerasan terkini.

Arab Saudi masuk ke kemelut itu pada November ketika pemberontak menguasai beberapa wilayah Saudi, memaksa Riyadh melancarkan serangan besar tentara terhadap mereka.

Kemelut di Yaman utara itu sudah menunawismakan sekitar 200.000 orang, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pemberontak itu pertama bangkit pada 2004. Pemerintah Yaman melancarkan serangan besar pada Agustus untuk mengakhiri pemberontakan tersebut.

Beberapa kelompok bantuan menyatakan lebih dari 150.000 orang terusir dari rumah mereka.

Yaman, yang menghadapi pemberontakan kelompok Syiah di utara dan penentangan di selatan serta pertumbuhan kegiatan sayap wilayah Alqaida, menyatakan tidak akan membiarkan kelompok pejuang di wilayahnya.

Arab Saudi, sekutu Amerika Serikat dan penghasil terbesar minyak di dunia, khwatir kegoyahan meningkat di negara tetangganya, Yaman, berubah jadi ancaman keamanan besar bagi kerajaan itu, karena Al Qaida diduga memiliki tempat berpijak lebih kuat di negara miskin tersebut.

Arab Saudi mulai menyerang gerilyawan Syiah di Yaman, yang dikenal dengan nama Houthi, pada awal November 2009 setelah gerilyawan melancarkan penyusupan lintas-perbatasan dan menewaskan dua penjaga perbatasan Saudi.

Gerilyawan itu, yang melancarkan perlawanan terhadap pemerintah Yaman pada 2004, berasal dari kelompok kecil Syiah Zaidi, dan mengeluh tersisih secara sosial, ekonomi dan agama. Gerilyawan dan pemerintah membantah sasaran mereka bersifat aliran.

Gerilyawan Syiah Yaman, yang terkadang terlibat dalam bentrok perbatasan dengan pasukan Saudi, pada tengah Januari menyatakan menembak jatuh helikopter Apache Saudi di tengah serangan udara Saudi, yang menurut mereka menewaskan sedikit-dikitnya 15 penduduk desa.

Helikopter itu ditembak jatuh saat tentara Saudi melaju ke arah Jabal Doud, kata juru bicara gerilyawan Mohammed Abdul Salam kepada kantor berita Prancis AFP melalui telepon.

Ia menyatakan gerilyawan menembak dengan "senjata mesin khusus" ke pesawat tersebut, yang tampaknya menembak dari udara sebelum jatuh di dekat Al-Khouba, di perbatasan.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010