Beijing (ANTARA News/AFP) - Penerbangan China Southern Airlines pada Sabtu terpaksa kembali ke landasan setelah mengudara gara-gara seorang penumpang membakar kertas di toilet, media massa setempat melaporkan.

Seorang awak pesawat penerbangan dari Urumqi, China barat, tujuan kota Wuhan, China tengah, itu menemukan aksi penumpang itu setelah tinggal landas, kantor berita China, Xinhua melaporkan.

Polisi mengatakan seorang pria dan seorang wanita telah ditahan setelah pesawat itu mendarati, menurut Xinhua.

Kasus tersebut sedang diselidiki, kata laporan itu tanpa menjelaskan lebih rinci.

Situasi keamanan lebih menghangat di Xinjiang dibanding wilayah-wilayah lain di China karena Beijing mengatakan wilayah itu sedang timbul aksi separatis.

Para pemuka Muslim Uighur di pengasingan mengatakan, Beijing sengaja menuduh aksi separatis untuk membenarkan tindakan kerasnya terhadap penduduk wilayah itu yang mayoritas Muslim.

Xinjiang yang terletak di bagian barat China itu dikenal sebagai wilayah kaya energi dan berbatasan dengan beberapa negara Asia Tengah.

Sebelumnya, sebuah organisasi hak asasi manusia (HAM) terkemuka menyeru China untuk mempublikasikan nasib dari para pengungsi etnis Uighur yang dideportasi secara paksa dari Kamboja bulan lalu seraya mengatakan bahwa mereka hilang dalam "lubang hitam".

Duapuluh orang etnis Muslim Uighur yang mencari suaka di Kamboja setelah meninggalkan China akibat krisis etnis di kawasan Xinjiang.

Berada di bawah tekanan China, Kamboja mendeportasikan mereka pada 19 Desember dalam apa yang dinilai oleh pakar HAM PBB sebagai tindakan yang melanggar Konvensi PBB tentang pengungsi dan anti-penyiksaan.

Human Rights Watch mengatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan yang belum dikonfirmasi pada pertengahan Januari jika sejumlah warga etnis Uighur yang dideportasi dari Kamboja telah dijatuhi hukuman mati di pengadilan Xinjiang.

"Para pencari suaka Uighur yang telah dikirim kembali ke China oleh Kamboja telah menghilang dalam sebuah lubang hitam," kata Direktur Advokasi Asia pada Human Rights Watch, Sophie Richardson.

Richardson menyeru pemerintah China untuk membuat pernyataan publik mengenai status para pengungsi itu dan mengizinkan mereka bertemu dengan anggota keluarganya serta perwakilan PBB.

Awal tahun ini, pihak berwenang China juga mengeluarkan perintah untuk memeriksa identitas penduduk dan memonitor aktivitas keagamaan di Xinjiang.

Tindakan pemeriksaan identitas penduduk Muslim tersebut dengan dalih untuk mencegah terorisme, separatisme dan ekstrimisme, media massa pemerintah melaporkan.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010