Padang (ANTARA News) - Wartawan senior Sumatra Barat Hasil Chaniago mengharapkan pers Indonesia tidak terbawa arus kebebasan yang tidak dilandasi etika.

"Isu-isu yang berkaitan etika, merupakan masalah yang dihadapi bangsa kita saat ini. Karena itu, ketika melihat masyarakat sudah mulai kebablasan, pers jangan terjebak," kata Hasril di Padang, Jumat.

Penasehat PWI Cabang Sumbar itu mengharapkan agar insan pers Indonesia tidak menyalahgunakan kebebasan pers yang telah diperjuangkan selama ini. Sebab dalam menjalankan perannya, pers juga mengemban tanggung jawab sosial dalam menyampaikan masalah-masalah kebangsaan.

Dia mengaku risau melihat perkembangan yang terjadi di tengah-tengah bangsa Indonesia, misalnya, aksi-aksi demonstrasi yang menghujat yang tidak sesuai dengan etika dan nilai-nilai agama.

"Terkesan bangsa ini ketika merdeka, menjadi merdeka sekali," ujar mantan Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Harian Mimbar Minang itu.

Karena itu, dia melihat, pers harus mengembangkan dan menanamkan kembali semangat kebangsaan di kalangan anak-anak bangsa yang sudah mulai pudar dengan menggelorakan rasa nasionalisme di hati masyarakat.

Tentang standar kompetensi wartawan, dia mengingatkan, profesi apapun sebenarnya harus punya standar kompetensi. Dokter, pengacara, atau pegawai negeri jelas aturan dan standar kompetensinya. Dalam hal ini pers memang masih ketinggalan.

Menurut Hasril, standar profesi wartawan hingga saat ini belum jelas, seperti mengenai prasyarat dan standar kompetensi yang dibutuhkan.

"Bahkan, dalam hal penggajian, wartawan juga tidak mendapatkan gaji memadai. Padahal, dulu profesi wartawan merupakan profesi terhormat yang ditekuni para intelektual," katanya.

Profesi wartawan menurut dia, memerlukan kesunggungan dari orang-orang yang menekuninya, karena menjadi wartawan semestinya menjadi jalan hidup, bukan sebagai batu loncatan.

Hasril juga menekankan pentingnya peran pers dalam meluruskan agenda reformasi yang berjalan melalui proses "by accident".

"Tugas pers bukan mengawal, tapi meluruskan agenda reformasi. Sebab reformasi ini berjalan bukan `by design`, namun `by accident`," katanya.

Menurut dia, dengan reformasi bukan semua hal atau nilai-nilai di era sebelumnya harus dihabisi atau ditinggalkan. Sebab, banyak nilai-nilai di era sebelumnya yang baik dan mesti dipertahankan hingga saat ini.

Dia mencontohkan di era orde baru, ada manajemen pemerintahan yang diatur dengan baik. Misalnya, pengaturan mengenai tingkatan mobil dinas pejabat eselon.

"Sekarang orang meributkan mobil mewah menteri, padahal mobil dinas bupati atau walikota, ada yang lebih mahal dari mobil dinas menteri.

Dalam konteks itu, Hasril melihat, pers memerlukan orang-orang yang serius memikirkan perannya dalam menyelesaikan masalah-masalah bangsa.

Dia menilai pers saat ini mulai terjebak sebagai sebagai pers bisnis, yang merupakan konsekuensi undang-undang (UU No 40 Tahun 1999).

Menurutnya, pers harus memerankan dirinya menjadi alat perjuangan, sesuai fakta sejarahnya selama ini.

Pada 9 Februari 2010 mendatang, insan pers Indonesia akan memperingati Hari Pers Nasional ke-64. Puncak peringatan Hari Pers itu akan dilaksanakan di Palembang, Sumatera Selatan, dan bakal dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

(T.O003/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010