Banda Aceh (ANTARA News) - Kalangan ulama dayah (pondok pesantren/ponpes) di Provinsi Aceh, menilai Undang-undang No 1 tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama, sudah menjamin kerukunan beragama di Indonesia.

"Oleh karena itu, kami berharap Mahkamah Konstitusi (MK) harus arif dan bijaksana memutuskan uji materi terhadap UU tentang penyalahgunaan dan atau penodaan agama yang diajukan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)," kata Sekretaris Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tgk Faisal Ali di Banda Aceh, Jumat.

Hal itu disampaikan menjawab pertanyaan terkait uji materi terhadap UU No 1 tahun 1965 yang dilakukan MK setelah diajukan oleh sejumlah LSM di Jakarta.

Dalam memutuskan perkara uji materi terhadap UU tersebut, ia berharap MK tidak hanya melihat dari sisi keterkaitan UU itu dengan UUD 1945.

"Paling penting harapan kami adalah MK bisa memperhatikan sisi baik (maslahah) dan sisi buruk (mafsadah) dalam uji materi terhadap UU itu sendiri," tambah Faisal Ali yang juga Ketua umum Nahdatul Ulama (NU) DPW Provinsi Aceh.

Bahkan, ia mengkhawatirkan pengabulan uji materi itu akan melahirkan banyak orang bebas mengakui dirinya sebagai "nabi" di Indonesia, dan berakibat pada penghakiman sendiri-sendiri oleh kelompok masyarakat.

Dia menilai bahwa UU No 1 tahun 1965 telah berhasil menciptakan kerukunan yang harmonis di antara umat beragama Indonesia.

"Artinya, jikapun ada UU lain maka belum teruji bisa menjamin kerukunan beragama di Indonesia. Non muslim juga harus menolak jika dilakukan revisi terhadap UU tersebut sebagai upaya bersama terciptanya harmonisasi toleransi yang telah berjalan selama ini," tambahnya.

Tujuh LSM mengajukan permohonan uji materi UU No 1 tahun 1965,yaitu Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (IMPARSIAL), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Perkumpulan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI).

Perkumpulan Pusat Studi Hak Asasi Manusia dan Demokrasi (Demos), Perkumpulan Masyarakat Setara, Yayasan Desantara (Desantara Foundation), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Sedangkan pemohon pribadi yaitu KH Abdurrahman Wahid, Prof. DR. Musdah Mulia, Prof. Dawam Rahardjo dan KH Maman Imanul Haq. Mereka memberi kuasa kepada Tim Advokasi Kebebasan Beragama (TAKB).
(T.A042/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010