Jakarta (ANTARA News) - Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Marwan Jafar mengatakan, fraksinya akan mengawal Rancangan Undang-Undang Kerukunan Umat Beragama (RUU-KUB) yang saat ini sedang dibahas di DPR RI.

"FPKB akan menyerap dan mengawal RUU KUB agar RUU KUB nantinya tidak menjadi kontroversial. Terlebih posisi Indonesia yang jadi barometer dunia untuk pluralisme dan PKB berkepentingan untuk mengawal pluralisme tersebut," kata Marwan Jafar diskusi RUU KUB 'Membedah Arah RUU Kerukunan Umat Beragama' yang dilaksanakan oleh FPKB di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.

Sementara itu, Romo Magnis Suseno, menegaskan, RUU-KUB yang kini berproses di Komisi VIII DPR RI masih terlalu rawan dengan potensi intervensi negara terhadap kerukunan umat beragama itu sendiri, seperti yang terdapat pada pasal 17 dari RUU KUB tersebut.

Menurut Romo Magnis, kata "Penyiaran Agama" itu tentu akan jadi perdebatan sengit yang luar biasa hingga negara bisa mengintervensinya sebab "Penyiaran Agama" dalam konteks Agama Budha, Islam dan Kristiani sendiri adalah hal yang diamanatkan.

"Demikian juga halnya pada Ayat 2 pada Pasal 17 RUU KUB tersebut, penyiaran agama dibolehkan kepada orang-orang yang belum beragama atau atheis, sementara di Indonesia dalam kenyataannya tidak ada orang yang tidak beragama sesuai dengan keyakinannya masing-masing seperti agama yang dianut oleh saudara-saudara kita di pedalaman Sumba dan Kalimantan. Ini bagaimana," kata Romo Magnis.

Romo Magnis menambahkan, soal mendirikan rumah ibadah. Di Jerman, misalnya, negara tidak punya aturan untuk mengatur berdirinya rumah ibadah apalagi dikaitkan dengan keharusan ada izin dari warga setempat.

"Terkait dengan pendirian rumah ibadah, negara hanya mengisyarakatkan bagi siapapun yang akan mendirikan rumah ibadah harus menyediakan lahan parkir dengan batas minimal karena kendaraan para jamaah yang di parkir pada ruas-ruas jalan akan menggunggu kepentingan publik," kata Romo Magnis.

Demikian juga halnya dengan pasal-pasal dilarang menyebarluaskan ajaran agama menyimpang.

"Dalam perspektif Kristiani, Protestan itu menyimpang. Ini siapa yang menentukan. Apakah tepat RUU KUB itu menggunakan kata menyimpang. Negara tidak mungkin melakukan klarifikasi terhadap suatu kebenaran agama. Sama halnya Islam Sunni dan Syiah," kata Romo.

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Profesor Musdah Mulya mengkritisi soal judul RUU KUB tersebut.

"Judulnya Kerukunan Umat Beragama, tapi apa yang dimaksud dengan kerukunan dan umat beragama tidak terlihat secara konkret di dalam RUU itu," tegasnya.

Lebih lanjut, dia mempertanyakan landasan hukum bagi negara untuk menetapkan hanya enam agama yang diakui oleh pemerintah yang dirujuk dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), padahal hasil penelitian menunjukkan bahwa setidaknya ada sekitar 20 agama yang memang ada penganutnya di Indonesia.(*)



Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011