Semarang (ANTARA News) - Pemerhati budaya Tionghoa, H. A. S Pratana menilai kesenian barongsai sebaiknya tidak dikomersialkan, mengingat nilai sakralitas kesenian tersebut untuk menyambut momentum tertentu dalam tradisi Tionghoa.

"Kesenian barongsai dan liong sebenarnya hanya dapat dipentaskan untuk acara-acara tertentu, misalnya saat menyambut Tahun Baru Imlek dan menyambut kedatangan para Suci (dewa, red.)," katanya di Semarang, Senin.

Namun, kata dia, kesenian barongsai dan liong tersebut saat ini mengalami sedikit pergeseran nilai, dari kesenian yang disakralkan menjadi kesenian yang dikomersialkan, apalagi setelah zaman reformasi.

Menurut dia, segala bentuk aktivitas dan kesenian yang berbau Tionghoa sempat dilarang pada zaman Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto, namun memasuki reformasi, terutama sejak pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kembali diperbolehkan.

"Hal ini tentunya sangat menggembirakan karena tidak ada pengekangan dan pembatasan atas segala aktivitas masyarakat Tionghoa, termasuk kesenian barongsai dan liong," kata pria yang bernama asli Tan Hing Tiong itu.

Ia mengatakan, hal itu juga menyebabkan perkumpulan barongsai dan liong berkembang pesat, dulunya hanya ada sekitar tujuh perkumpulan di Jawa Tengah, namun saat ini sudah mencapai lebih dari 27 perkumpulan barongsai dan liong.

Akan tetapi, kata dia, kebebasan yang diberikan pemerintah saat ini justru disalahgunakan oleh beberapa orang, seperti dapat dilihat dalam banyaknya pementasan kesenian barongsai dan liong di berbagai kegiatan.

"Kita bisa menyaksikan pertunjukan barongsai dan liong di mal, acara-acara perusahaan, acara partai politik, bahkan kalau kita ingin juga bisa mengundang kesenian itu untuk tampil," katanya.

Menurut dia, pementasan kesenian barongsai dan liong di berbagai kesempatan tersebut memang dapat digunakan sebagai sarana untuk mengenalkan dan mempromosikan kesenian itu, setelah dikekang sekian lama oleh pemerintah.

"Namun, pemaknaan terhadap kebebasan yang diberikan oleh pemerintah itu jangan lantas dimaknai sebagai kebebasan yang sebebas-bebasnya, apalagi kesenian itu juga memiliki nilai sakralitas tinggi," kata Pratana.

Sementara itu, Sekretaris Yayasan Khong Kauw Hwee, Eko Wardojo mengatakan, sebenarnya masih ada beberapa perkumpulan barongsai dan liong yang tetap mempertahankan nilai sakralitas kesenian tersebut.

"Sayangnya, beberapa pihak yang masih mempertahankan sakralitas kesenian itu hanya didominasi para orang-orang tua yang mengerti tentang sakralitas kesenian barongsai dan liong," kata Eko. (PK-ZLS/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010