Jakarta (ANTARA) - Efek samping yang dirasakan ketika mengonsumsi obat penting untuk dilaporkan demi keselamatan dan keamanan pasien saat ini, maupun di masa depan, kata Ketua International Society of Pharmacovigilance (ISoP) Indonesia dr Jarir At Thobari.

"Peran masyarakat sangat penting untuk turut aktif dalam memantau dan melaporkan efek samping obat-obatan yang tengah dikonsumsi," kata Jarir di webinar Patient Safety Day 2020, Kamis.

Akademisi Departemen Farmakologi dan Terapi Universitas Gadjah Mada itu menjelaskan, laporan dari masyarakat akan membantu menentukan tindak lanjut terhadap obat-obatan tersebut. Penting untuk merinci dan mencatat sebanyak mungkin reaksi merugikan demi keselamatan pasien dan obat yang berkelanjutan (pharmacovigilance).

"ISoP Indonesia sebagai organisasi ilmiah independen berkomitmen dalam memajukan sistem Farmakovigilans di Indonesia, salah satunya dengan secara terus menerus melakukan sosialisasi tentang pentingnya pelaporan efek samping obat baik untuk masyarakat, industri farmasi dan profesional kesehatan."

Setiap obat punya dua sisi, yakni khasiat dan efek samping, yang dampaknya dapat bervariasi tergantung individu.

Ada empat hal yang bisa terjadi kepada pasien dengan penyakit dan obat yang sama. Pertama, tidak mendapatkan khasiat namun mengalami efek samping. Lalu mendapatkan khasiat tanpa efek samping, tidak mendapat khasiat maupun efek samping, juga mendapatkan khasiat obat namun tetap merasakan efek samping.

Berbagai faktor mempengaruhi hal ini, termasuk faktor genetik yang sifatnya individual. Efek samping juga dapat terjadi ketika ada interaksi pemakaian obat yang berbeda.

Melaporkan efek samping obat juga penting untuk diperhatikan oleh pasien kanker, ujar Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) dr. Aru Wicaksono Sudoyo.

Aru menuturkan, pasien kanker harus segera melapor kepada dokter bila mengalami efek samping setelah menggunakan obat tertentu. Dengan demikian, dokter dapat memberi saran seperti memberi perawatan medis tertentu atau mengubah obat jika harus menjalani perawatan lain.

Selama mengonsumsi obat, pasien sebaiknya memahami dan bisa mengelola efek samping yang umum terjadi, seperti pusing, mual, kelelahan hingga bibir pecah-pecah. Pasien pun dapat melakukan perubahan gaya hidup serta pola makan untuk menekan efek samping pengobatan bila memungkinkan.

”Efek samping dapat terjadi selama masa pengobatan. Mulai dari yang ringan sampai berat. Sebaiknya pasien dan keluarga dapat berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan informasi terkait efek samping yang bisa atau mungkin terjadi selama pengobatan," ujar dr. Eko Adhi Pangarsa, Ketua YKI Cabang Jawa Tengah.

Pasien dan dokter harus menjalin komunikasi yang baik sehingga efek samping obat yang mungkin terjadi bisa ditangani tepat dan cepat. Dokter akan menghentikan pemberian obat bila memang membahayakan pasien.

"Ada juga yang butuh dihentikan sementara, atau turunkan dosisnya dulu, lalu dinaikkan perlahan," jelas Aru.

Presiden Direktur Bayer Indonesia Angel Michael Evangelista mengatakan, pihaknya berusaha mendeteksi pola efek samping obat-obatan yang digunakan pasien dengan menyediakan platform di mana masyarakat bisa melaporkan efek samping obat produksi Bayer.

"Salah satu langkah kunci dalam memastikan deteksi dini sinyal keselamatan tersebut adalah melalui pelaporan Kejadian Tidak Diinginkan (KTD). Untuk memberikan akses pelaporan efek samping obat Bayer, kami sediakan SafeTrack yang dapat diakses secara online,“ kata Michael.


Baca juga: Penderita autoimun tidak bisa sembarangan konsumsi imunostimulan

Baca juga: Ibu konsumsi obat depresi bolehkah tetap menyusui?

Baca juga: WHO: Hindari konsumsi ibuprofen untuk obati gejala virus corona

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020