London (ANTARA News/AFP) - Amnesti Internasional Senin menuduh pemerintah Sri Lanka meningkatkan aksi "penumpasan terhadap oposisi politik" setelah menahan kandidat yang kalah dalam pemilihan presiden bulan lalu.

Mantan panglima militer, Sarath Fonseka, yang dikalahkan oleh Presiden Mahinda Rajapakse pada pilpres 26 Januari, dijebloskan ke dalam tahanan oleh polisi militer Senin, dengan tuduhan melakukan "serangan militer" yang tak dijelaskan, kata partainya.

Beberapa jam sebelum penahanan, Fonseka mengatakan kepada wartawan, bahwa dia akan menghadapi suatu pemeriksaan internasional berkaitan dengan tuduhan kejahatan perang yang dilakukan oleh tentara Sri Lanka, dalam tahap akhir pertempurannya menghadapi pemberontak Tamil tahun lalu.

"Sarath Fonseka ditahan kemudian ... pemerintah pasca-pemilihan menumpas oposisi politik," kata Sam Zarifi, direktur Amnesti Internasional Asia-Pasifik.

Penahanannya menunjukkan "meningkatnya penindasan pasca-pemilihan," kata kelompok kanan dalam pernyataannya yang disiarkan di London.

Zarifi mengimbau Rajapakse untuk "mengemudikan negara ke arah rekor hak asasi manusia (HAM) yang lebih baik" setelah kemenangannya dalam pilpres, dan kekalahan pemberontak Macan Tamil tahun lalu, suatu kemenangan yang dipimpin oleh Fonseka.

"Sebaliknya, kami melihat kurang dan kurang toleransinya terhadap kritik," kata kelompok kanan.

Sejak kekalahannya dalam pilpres lalu, beberapa pendukung penting Fonseka telah ditahan, kata Amnesti.

Para wartawan dari media negara yang diduga mendukung kandidat oposisi juga menghadapi ancaman dan kekerasan, kata kelompok itu menambahkan.

Zarifi menambahkan, meskipun demikian, Fonseka menghadapi tuduhan-tuduhan tanpa bukti tentang kejahatan perang, dan akan menghadapi pemeriksaan serta diminta tanggungjawabnya.

Pensiunan jenderal bintang empat yang kini berumur 59 tahun itu ditahan oleh sejumlah prajurit yang menyerbu kantor aliansi oposisi utama, yang mendukung pencalonannya, menurut partainya, Fron Pembebasan Rakyat (JVP).
(Uu.H-AK/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010