Kolombo (ANTARA News/Reuters) - Polisi Sri Lanka menggunakan pentungan untuk membubarkan ratusan pendukung calon presiden yang kalah, Sarath Fonseka, Kamis, hari kedua protes atas penangkapannya, kata saksi Reuters dan polisi.

Ketegangan meningkat di negara pulau itu sejak mantan panglima militer tersebut ditangkap Senin oleh polisi militer atas tuduhan melakukan kegiatan politik melawan presidennya selama ia masih bertugas.

"Polisi memukuli pemrotes dengan pentungan," kata seorang wartawan foto Reuters di lokasi protes di sebuah daerah pinggiran Kolombo.

Fonseka meminta para pendukungnya tenang, kata istrinya kepada wartawan, setelah mengunjungi mantan jendral itu di tempat penahanan.

Fonseka dan Presiden Mahinda Rajapaksa bekerja bersama-sama dalam mengakhiri perang dengan separatis Macan Tamil tahun lalu, namun mereka berselisih sesudah itu.

Jendral angkatan darat itu bersaing dengan Rajapaksa dalam pemilihan presiden bulan lalu, namun kalah, dan sesudah itu ia menuduh mantan panglima tertingginya itu mencurangi suara dalam pemilihan tersebut.

Pemerintah mengatakan, Fonseka besekongkol melawan presiden dan akan menghadapi pengadilan.

Polisi menangkap delapan orang setelah protes Kamis, kata jurubicara Prashnath Jayakody. "Ketika polisi meminta mereka menjauh dari jalan utama, mereka bentrok dengan polisi," katanya.

Rabu, delapan orang cedera dalam bentrokan antara pendukung Fonseka dan aktivis pemerintah.

Protes di jalan, pemogokan dan kerusuhan buruh bisa menimbulkan dampak buruk pada ekonomi Sri Lanka, yang menginginkan pertumbuhan 6 persen tahun ini karena optimisme ekonomi pasca perang dan investasi asing yang tinggi, kata analis.

Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon membahas penangkapan Fonseka dalam pembicaran telefon dengan Rajapaksa dan mengungkapkan keprihatinan atas masalah itu.

Awal Februari, Rajapakse memecat sekelompok perwira militer senior yang menurut kementerian pertahanan menjadi "ancaman bagi keamanan nasional" setelah pemilihan presiden.

Kementerian pertahanan mengatakan dalam sebuah pernyataan, sejumlah orang dipensiunkan karena mereka dianggap sebagai "ancaman langsung bagi keamanan nasional".

Rajapakse dan Fonseka adalah sekutu dekat dalam ofensif militer yang akhirnya berhasil menumpas pemberontak Macan Tamil pada Mei lalu, namun mereka berselisih setelah kemenangan itu dan bersaing dalam pemilihan presiden.

Ketika mengundurkan diri dari militer pada November, Fonseka menuduh Rajapakse berbohong dengan menuduhnya merencanakan kudeta.

Pemerintah Sri Lanka pada 18 Mei mengumumkan berakhirnya konflik puluhan tahun dengan Macan Tamil setelah pasukan menumpas sisa-sisa kekuatan pemberontak tersebut dan membunuh pemimpin mereka, Velupillai Prabhakaran.

Pernyataan Kolombo itu menandai berakhirnya salah satu konflik etnik paling lama dan brutal di Asia yang menewaskan puluhan ribu orang dalam berbagai pertempuran, serangan bunuh diri, pemboman dan pembunuhan.

Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) juga telah mengakui bahwa Velupillai Prabhakaran tewas dalam serangan pasukan pemerintah Sri Lanka.

Juga dinyatakan tewas dalam operasi final militer adalah dua deputi Prabhakaran -- pemimpin Macan Laut Kolonel Soosai dan kepala intelijen LTTE Pottu Amman.

Tokoh penting lain Macan Tamil yang juga tewas adalah putra Prabhakaran dan calon penggantinya, Charles Anthony (24), pemimpin sayap politik B. Nadesan dan pemimpin Sekretariat Perdamaian LTTE yang sudah tidak berfungsi lagi, S. Pulideevan.

Presiden Sri Lanka Mahinda Rajapakse telah beberapa kali mendesak pemberontak Macan Tamil menyerah untuk menghindari pembasmian total.

Rajapakse, yang juga panglima tertinggi angkatan bersenjata, juga menolak seruan-seruan bagi gencatan senjata dan menekankan bahwa Macan Tamil harus meletakkan senjata dan mengizinkan warga sipil keluar dari daerah-daerah yang masih mereka kuasai.

Pertempuran antara pasukan pemerintah dan pemberontak LTTE meningkat sejak pemerintah secara resmi menarik diri dari gencatan senjata enam tahun pada Januari 2008.

Pembuktian independen mengenai klaim-klaim jumlah korban mustahil dilakukan karena pemerintah Kolombo melarang wartawan pergi ke zona-zona pertempuran.

Sekitar 15.000 pemberontak Tamil memerangi pemerintah Sri Lanka dalam konflik etnik itu dalam upaya mendirikan sebuah negara Tamil merdeka.

Masyarakat Tamil mencapai sekitar 18 persen dari penduduk Sri Lanka yang berjumlah 19,2 juta orang dan mereka terpusat di provinsi-provinsi utara dan timur yang dikuasai pemberontak. (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010