Jakarta (ANTARA News) - Imlek merupakan perayaan tahun baru terpenting bagi etnis  Tionghoa (China), dimulai di hari pertama bulan pertama di penaggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh di tanggal ke lima belas (pada saat bulan purnama).

Di negeri China, Tahun Baru Cina dirayakan dengan tradisi  sangat beragam. Ada perjamuan makan malam serta pesta kembang api.  

Sementara itu, di Indonesia ada beberapa daerah yang banyak bermukim etnis China, seperti Palembang, Bangka-Belitung, Medan, Singkawang, Pontianak dan beberapa kota di Jawa (Jakarta, Semarang dan Surabaya), pelaksanaan Imlek juga makin meriah.

Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di sejumlah negara Asia.  Tahun Baru Cina juga dirayakan di daratan Tiongkok, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi China.  

Perayaan tahun baru Imlek sempat dilarang di Indonesia pada 1965-1998. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.

Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967.  Karena itu, di kalangan etnis China, Gus Dur atau Abdurrahman Wahid, amat dihormati dam diberi gelar sebagai tokoh pluralisme.

Presiden Megawati Soekarnoputri menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2002 tertanggal 9 April 2002 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur nasional. Mulai 2003, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional.

Imlek, yang tahun 2010 Masehi dirayakan bertepatan dengan hari Valentine 14 Februari, bukan sekadar ritual tahunan. Ada tradisi yang menyatu dengan kepercayaan.

Seperti juga pada sejumlah penganut agama, Imlek juga memiliki makna simbolik bagi etnis China di mana pun berdomisili.  Kue keranjang, misalnya, dimaknai supaya setiaap tahun agar setiap orang dapat mencapai prestasi gemilang pada pergantian tahun.

Oleh karena itu, kue keranjang menjelang Imlek banyak dijumpai. Semua warga etnis China menyajikan kue keranjang.

Belum lagi ikan bandeng, dalam ukuran besar, banyak dijumpai di sejumlah pasar trandisional dan mal. Ikan bandeng juga dimaknai sebagai pembawa berkah dan rezeki melimpah. Demikian juga jeruk, yang besarnya seperti bola, kerap laris karena dianggap sebagai pembawa keberuntungan.

Henki Hali, pengurus Yayasan Dharma Bakti di kawasan Petak Sembilan, Glodok, mengatakan, jenis makanan tersebut akan membawa keberuntungan.

Kini kawasan pecinan di sekitar Glodok, Jakarta Barat, makin ramai dikunjungi warga keturunan Tionghoa. Kebanyakan di antara mereka berbelanja untuk keperluan Imlek. Kawasan ini  terkenal sebagai pusat perbelanjaan barang-barang keperluan Imlek. Mulai dari makanan hingga pernak-pernik Imlek tersedia di sini.

Kebanyakan yang dijual di sini adalah angpao atau amplop wadah uang berwarna merah. Umumnya saat Imlek saudara yang lebih tua memberikan angpao pada yang lebih muda. Yang menarik dari pemandangan di kawasan pertokoan di kawasan itu adalah para penjual pernak-pernik Imlek adalah etnis Jawa atau Betawi.

Sesekali penjual menyampaikan salam, "Gong Xi Fat Chai".
   
Menggembirakan

Kini cara perayaan Imlek di Tanah Air makin disambut positif bahkan oleh warga dari etnis lainnya. Di Singkawang, misalnya, banyak etnis Melayu setempat kini pandai memainkan barongsai dan permainan naga.

Ternyata, bukan saja di Singkawang dan Pontianak, para pemuda Indonesia lainnya ternyata jauh sebelum kebijakan itu dikeluarkan sudah belajar seni beladiri dan ketangkasan dari negeri tirai bambu itu.

Seni bela diri wushu atau pencak silat ala China, kini berkembang pesat di Tanah Air. Para pemuda dari berbagai etnis pun ikut mempelajarinya dan dituangkan gerakan permainannya ketika berlangsung festival barongsai atau naga.

Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) pun kini mengakui wushu sebagai salah satu cabang olahraga yang dapat dipertandingkan secara nasional. Sungguh menggembirakan lagi, bahwa para pemuda Indonesia dapat mengangkat prestasi lewat olahraga ini.

Belakangan ini, bahkan PT Pos Indonesia meluncurkan perangko seri Tahun Macan untuk menyambut Imlek 2561 atau tepatnya pada 14 Februari 2010 sebagai wujud memperkaya ciri khas budaya di bumi Nusantara.

"Penerbitan prangko dan penjualan sudah kami lakukan sejak 6 Februari 2010," kata Direktur Umum, PT Pos Indonesia, I Ketut Mardjana, setelah acara peluncuran perangko seri tahun macan di Museum Prangko TMII, Jakarta.

Penerbitan perangko tersebut bertujuan untuk menandai momen untuk menyambut tahun baru imlek 2561.  Selain itu, penerbitan prangko bertema astrologi itu juga dimaksudkan untuk mengangkat nilai budaya serta merekam kekayaan dan keragaman budaya di tanah air.

"Ini juga sebagai salah satu sarana persahabatan yang universal yakni menghormati masyarakat etnis Tionghoa," katanya.

Penerbitan perangko seri shio itu merupakan lanjutan dari penerbitan seri serupa tahun sebelumnya yakni seri 12 lambang shio pada 14 Februari 2007 dengan menampilkan seluruh zodiak yang dilambangkan oleh binatang-binatang.

Kemudian seri tahun tikus pada 18 Maret 2008, selanjutnya seri tahun kerbau pada 10 Januari 2009.

Sebanyak tiga desain mewarnai prangko seri tahun macan yang dicetak dalam kopur Rp1.500 dengan menampilkan obyek macan yang merupakan simbol ketiga dari 12 simbol penanggalan China dan memiliki tersendiri bagi masyarakat keturunan Tionghoa.

Pada perangko tertera tanda khusus berupa logo PT Pos Indonesia (Persero) dan tulisan Tahun Macan dalam bahasa China yang hanya dapat dilihat dengan sinar ultraviolet.

"Ini dibuat sebagai jaminan keamanan agar tidak terjadi pemalsuan," kata Direktur Pos Dirjen Postel, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ingrid R. Panjaitan dalam kesempatan yang sama.

Benda filateli lain yang dterbitkan PT Pos adalah lembaran perangko fullsheet yang memuat 24 keping perangko yang dicetak sebanyak 900.000 keping.

Ketua Umum PFI (Persatuan Filatelis Indonesia), Let. Jend. Suyono, mengatakan, minat generasi muda terhadap perangko saat ini semakin menurun.

"Padahal, ini merupakan kegiatan yang bermanfaat dan sangat bergengsi, kalau di luar negeri pameran perangko merupakan ukuran kemajuan suatu bangsa," katanya.

Bagi dia, perangko bisa menjadi wujud saksi sejarah, keragaman, dan kekayaan bangsa yang dapat menjadi benda budaya.

Pihaknya akan bekerja sama dengan sejumlah pihak termasuk Kementerian Pendidikan Nasional untuk menyosialisasikan perangko kepada siswa-siswa di sekolah.
(L.E001/T010/P003)

Oleh Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010