Sanaa (ANTARA News/AFP) - Pemberontak Syiah Yaman menyerahkan dua prajurit Arab Saudi kepada penengah, Kamis, kata kementerian pertahanan, sementara gencatan senjata dengan pasukan pemerintah berlangsung di wilayah pegunungan utara.

"Dua dari empat tahanan Saudi yang ada" diserahkan kepada penengah, kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan.

Penengah akan membawa prajurit-prajurit itu ke Sanaa, dan dari ibukota Yaman itu mereka kemudian akan pergi kembali ke Arab Saudi, tambah kementerian itu dalam pernyataan tersebut.

Seorang jurubicara pemberontak Syiah mengatakan, mereka mulai menyerahkan prajurit-prajurit yang tersisa pada Kamis pagi.

"Kami telah mulai menyerahkan prajurit-prajurit Saudi yang tersisa kepada komite gencatan senjata di Saada," kata Mohammed Abdul Salam kepada AFP di Dubai melalui telefon.

Empat komite di Yaman utara bertugas mengawasi pelaksanaan gencatan senjata antara pemberontak dan pemerintah, yang mulai berlaku pada Jumat.

Prajurit-prajurit yang dibebaskan itu akan diterima oleh Asisten Menteri Pertahanan Arab Saudi Pangeran Khaled bin Sultan malam ini, kata seorang pejabat militer Saudi kepada AFP.

"Kami tidak tahu berapa" prajurit yang akan dibebaskan, kata pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.

Pemberontak Yaman pada Senin membebaskan yang pertama dari lima prajurit Saudi yang mereka tangkap selama bentrokan-bentrokan tiga bulan di daerah perbatasan.

Mereka mengeluh Minggu bahwa Arab Saudi menolak membebaskan gerilyawan yang mereka tahan untuk ditukar dengan prajurit-prajurit itu.

Anggota-anggota komite gencatan senjata mengatakan, pasukan Yaman bisa ditempatkan di sepanjang perbatasan dengan Arab Saudi pada Sabtu.

Gencatan senjata itu merupakan upaya terakhir pemerintah untuk mengakhiri pemberontakan di wilayah utara yang telah menewaskan ribuan orang dan mengakibatkan 250.000 orang mengungsi.

Kelompok pemberontak Zaidi atau Huthi, nama almarhum pemimpin mereka, berpangkalan di daerah pegunungan di perbatasan Arab Saudi, dimana mereka terlibat dalam pertempuran dengan pasukan Yaman dan Saudi.

Pasukan pemerintah terlibat dalam pertempuran sporadis dengan kelompok itu sejak 2004.

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Sanaa menyatakan, pasukan Yaman membunuh puluhan anggota Al-Qaeda dalam dua serangan pada Desember.

Kedutaan Besar Inggris di Sanaa juga menjadi sasaran rencana serangan bunuh diri Al-Qaeda yang digagalkan aparat keamanan Yaman pada pertengahan Desember.

Sebuah sel Al-Qaeda yang dihancurkan di Arhab, 35 kilometer sebelah utara ibukota Yaman tersebut, "bertujuan menyusup dan meledakkan sasaran-sasaran yang mencakup Kedutaan Besar Inggris, kepentingan asing dan bangunan pemerintah", menurut sebuah pernyataan yang dipasang di situs 26Sep.net surat kabar kementerian pertahanan.

Selain pemberontakan, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini.

Orang-orang suku di kawasan miskin Yaman seringkali melakukan penyanderaan untuk menekan pemerintah agar memberikan bantuan, pekerjaan, atau membebaskan orang-orang suku rekan mereka yang ditahan.

Lebih dari 200 warga asing diculik di Yaman dalam 15 tahun terakhir.

Hampir semua orang yang diculik itu dibebaskan tanpa cedera setelah penengahan yang melibatkan pemimpin-pemimpin suku.

Namun, pada 2000, seorang diplomat Norwegia tewas terperangkap dalam tembak-menembak, dan pada 1998 empat orang Barat tewas tertembak ketika militer berusaha membebaskan mereka dari kelompok muslim garis keras yang menyandera 16 wisatawan. (M014/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010