Ramallah, Tepi Barat (ANTARA News/AFP) - Palestina setuju Ahad untuk mengadakan pembicaraan tidak langsung pimpinan AS dengan Israel, meluncurkan kembali proses perdamaian setelah terhenti selama lebih dari setahun, seorang pejabat senior PLO mengumumkan.

"Kepemimpinan Palestina memutuskan untuk memberi kesempatan pada usulan Amerika untuk mengadakan pembicaraan tidak langsung antara pihak Palestina dan Israel," kata Yasser Abde Rabbo kepada wartawan di kota Ramallah di Tepi Barat.

Keputusan itu diambil pada pertemuan komite eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

Keputusan itu dicapai ketika utusan Timur Tengah AS George Mitchell mengadakan pertemuan dengan para pemimpin Israel dalam lawatan terakhirnya ke kawasan tersebut. Wakil Presiden AS Joe Biden diperkirakan berkunjung akhir pakan ini.

Persetujuan Palestina itu telah diperkirakan sebelumnya setelah para menteri luar negeri Arab pekan lalu menyampaikan dukungan dengan enggan pada pembicaraan itu, menyusul berbulan-bulan diplomasi ulang-alik oleh Mitchell.

Abed Rabbo, sekjen PLO, menyatakan pembicaraan tidak langsung itu akan dibatasi hingga empat bulan seperti yang diusulkan oleh para menlu Arab tersebut dan harus memusatkan pertama-tama pada perbatasan akhir.

Ia menekankan bahwa pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat, termasuk di Jerusalem timur, akan membuat pembicaraan langsung tidak mungkin dan dapat merintangi pembicaraan tidak langsung.

Gerakan Islam Hamas, yang menentang pembicaraan dengan Israel dan memerintah Gaza, bukan anggota PLO, kelompok induk yang mencakup kelompok Fatah pimpinan presiden Mahmud Abbas dan beberapa kelompok lebih kecil.

Para pejabat Palestina telah menyampaikan skeptisisme mengenai pembicaraan itu sebelum pertemuan para menlu tersebut, tapi mengatakan mereka tidak ingin dianggap sebagai merintangi upaya pimpinan-AS untuk menghidupkan kembali permbicaraan damai yang ditangguhkan saat perang Gaza Desember 2008-Januari 2009.

"Kami pikir tidak mungkin bahwa pembicaraan tidak langsung dengan pemerintah Netanyahu akan berhasil," ujar pejabat senior Fatah Azzam al-Ahmad.

"Tapi kami ingin memberi kesempatan pada pemerintah AS untuk meneruskan upayanya," Ahmad mengatakan pada AFP, merujuk pada PM Israel Benjamin Netanyahu.

"Meskipun kami setuju, kami memiliki pembatasan dan syarat menurut apa yang rakyat dan kelompok Palestina inginkan, yang berarti kami mungkin akan mengatakan `Ya, kami setuju, tapi`," ia menambahkan.

Netanyahu telah acapkali menyerukan pembicaraan langsung dengan Palestina tapi menolak untuk membekukan pertumbuhan permukiman sepenuhnya.

Pada November, Netanyahu menentukan penghentian 10 bulan bagi dimulainya pembangunan di Tepi Barat, tapi Palestina mengatakan tindakan itu tidak cukup karena penghentian itu mengecualikan Jerusalem timur, bangunan umum dan proyek yang ada.

Israel merebut sebagian besar dari Jerusalem timur Arab dalam Perang Enam Hari dan menyaploknya sebagai gerakan yang tidak diakui oleh masyarakat internasional atau Palestina, yang menganggapnya sebagai ibukota negara mereka pada masa depan.
(S008/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010