Jakarta (ANTARA) - Sebagai salah satu pilar ekonomi nasional yang sangat penting, Pemerintah berupaya habis-habisan membangkitkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atau UMKM melalui berbagai cara, termasuk penerbitan Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker).

Selama dua kali krisis ekonomi yakni tahun 1998 dan 2008, UMKM selalu menjadi andalan dalam upaya pemulihan perekonomian nasional pascakrisis.

Sayangnya di masa krisis pandemi Covid-19, kali ini sektor UMKM merupakan salah satu sektor yang sangat terpukul dan harus sesegera mungkin mendapatkan bantuan.

Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), sektor usaha UMKM yang paling terdampak Covid-19 antara lain 35,88 persen penyedia akomodasi dan makanan minuman, kemudian 23,33 persen pedagang besar dan eceran, serta 17,83 persen industri pengolahan UMKM.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai bahwa tumbangnya UMKM dalam krisis kali ini dikarenakan pandemi Covid-19 telah menghajar sisi suplai dan demand UMKM, sehingga membuat sektor ini terpojok dan tidak berdaya dalam membantu pemulihan ekonomi nasional.

Baca juga: Anggota DPR harapkan UU Cipta Kerja dukung percepatan pemulihan UMKM

Dari sisi suplai, permasalahan yang dihadapi oleh para pelaku UMKM selama krisis Covid-19 yakni produksi dan distribusi yang terhambat, kemudian sulitnya bahan baku mengingat para pelaku UMKM masih mengandalkan impor bahan baku, dan masalah sulitnya mengakses tambahan permodalan.

Sedangkan dari sisi permintaan, pembatasan aktivitas dan kekhawatiran masyarakat atas penularan Covid-19 yang begitu masif menjadi faktor utama penurunan permintaan konsumen atas produk-produk UMKM.

Hal ini terlihat dari pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah telah membuat para pelaku UMKM tidak berjualan atau menjajakan produknya kepada konsumen.

Namun di daerah-daerah yang tidak memberlakukan PSBB pun, aspek demand atas produk-produk UMKM pun tetap mengalami penurunan mengingat konsumen lebih memilih untuk menjalankan berbagai aktivitasnya di rumah ketimbang di luar karena khawatir akan penularan virus mematikan bernama ilmiah Sars Cov 2 tersebut.

Progress bantuan sejauh ini

Pemerintah tentunya tidak tinggal diam melihat sektor UMKM terpuruk akibat krisis Covid-19. Berbagai upaya dan bantuan dikerahkan untuk menolong sektor yang pernah menjadi penyelamat ekonomi nasional tersebut.

Melalui strategi survival dan pemulihan ekonomi UMKM, pemerintah mengucurkan dana bantuan sebesar Rp123,46 triliun. Dana bantuan tersebut terdiri dari subsidi bunga Rp35,28 triliun, penempatan dana untuk restrukturisasi Rp78,78 triliun, belanja Imbal Jasa Penjaminan (IJP) Rp5 triliun, penjaminan untuk modal kerja Rp1 triliun, PPh final ditanggung pemerintah Rp2,4 triliun, dan pembiayaan investasi kepada koperasi lewat Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kemenkop UKM Rp1 triliun.

Kemenkop UKM mencatat penyaluran beragam dana bantuan tersebut pada 7 Oktober 2020 yakni penyaluran subsidi bunga telah terrealisasi sebesar Rp3,69 triliun, kemudian realisasi penempatan dana untuk rerstrukturisasi mencapai Rp78,78 triliun.

Sedangkan realisasi belanja IJP mencapai Rp52,94 miliar, kemudian PPh final terrealisasi sebesar Rp410 miliar dan realisasi pembiayaan investasi kepada koperasi sebesar Rp1 triliun.

Baca juga: Menko Airlangga: Realisasi PEN UMKM 91,4 persen, kesehatan 31,6 persen

Tidak cukup sampai di situ, pemerintah juga mengaktifkan program Bantuan Presiden Produktif bagi Pelaku Usaha Mikro selama pandemi Covid-19.

Banpres tahap awal dianggarkan sebesar Rp22 triliun kepada 9,1 juta pelaku usaha mikro, sedangkan untuk tahap lanjutan dianggarkan menjadi Rp28,8 triliun bagi 12 juta pelaku usaha.

Realisasi bantuan tersebut sebagaimana tercatat per 6 Oktober 2020 telah tersalurkan sebesar Rp21,86 triliun atau hampir 100 persen kepada 9,1 juta pelaku usaha mikro.

Dari sisi demand, pemerintah juga melakukan stimulus melalui program Pasar Digital UMKM atau PaDi UMKM dari Kementerian BUMN.

Menurut PT Telkom Indonesia, nilai transaksi di PaDi UMKM hingga 9 Oktober 2020 telah mencapai Rp19,6 miliar dengan transaksi yang tercatat 7.829 transaksi dan sebanyak 25.501 UMKM telah terdaftar di pasar digital tersebut.

Tujuan dari dibentuknya PaDi UMKM ini untuk mendorong BUMN-BUMN berpartisipasi dalam memulihkan UMKM melalui pengeluaran dan belanja anggaran BUMN kepada UMKM-UMKM yang terdaftar di dalam pasar digital tersebut.

Dorong kemudahan UMKM via Ciptaker

Tidak hanya menggelontorkan bantuan dan stimulus beranggaran besar pada masa Covid-19, pemerintah juga tampaknya ingin menguatkan ketahanan sektor UMKM secara jangka panjang melalui kemudahan berusaha yang difasilitasi Omnibus Law UU Ciptaker.

"Dalam konteks Omnibus Law UU Cipta Kerja, menurut hemat kami klaster kemudahan berusaha untuk UMKM cukup bagus," ujar Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo.

Pertama, kriteria UMKM lebih jelas dalam UU Ciptaker di mana kriteria UMKM paling sedikit memuat indikator kekayaan bersih, hasil penjualan tahunan, atau nilai investasi dan jumlah tenaga kerja sesuai dengan kriteria sektor usaha.

Kedua, adanya basis data tunggal yang mana hasil pendataan UMKM yang dilakukan pemerintah digunakan sebagai basis data tunggal serta menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan terkait UMKM.

Ketiga, UU Ciptaker melahirkan pengelolaan terpadu UMKM di mana pemerintah pusat mendorong implementasi dalam penataan kluster, pendampingan kepada UMKM terkait penyediaan SDM, perizinan, pembiayaan, proses produksi, kurasi dan pemasaran.

Keempat mengenai kemitraan antara usaha besar dan UMKM yang didorong menyentuh bisnis inti, sehingga UMKM menjadi industri komponen untuk usaha-usaha besar.

Selain itu, kemudahan perizinan tunggal di mana pemerintah berperan aktif melakukan pembinaan dan pendaftaran UMKM. UU Ciptaker mengganti rezim perizinan menjadi rezim registrasi di mana yang melakukan perizinan hanya pelaku usaha yang berisiko tinggi, sedangkan pelaku UMKM yang berisiko rendah cukup melaporkan dan melakukan registrasi.

Kemudian mengenai insentif dan pembiayaan, UU Ciptaker mendorong penyederhanaan administrasi perpajakan, insentif biaya perizinan berusaha, kepabeanan, dan insentif pajak penghasilan bagi UMKM.

Kegiatan usaha yang dijalankan oleh UMKM juga dapat dijadikan jaminan untuk memperoleh kredit, pembiayaan ataupun modal kerja.

Bagi pelaku usaha, CEO platform fintech pembayaran Payfazz yakni Hendra Kwik melihat berbagai kemudahan bagi UMKM yang dibuka selebar-lebarnya oleh Omnibus Law UU Ciptaker dapat mempermudah para pelaku UMKM untuk menciptakan bisnis-bisnis baru.

Kemunculan bisnis-bisnis baru ini tentunya membutuhkan aplikasi dan teknologi fintech pembayaran yang kemudian menjadi peluang bagi penyelenggara-penyelenggara fintech pembayaran untuk lebih mendorong para pelaku UMKM bertransformasi ke ranah digital.

Pada intinya, upaya habis-habisan pemerintah dalam membangkitkan sektor UMKM di masa krisis Covid-19 dilakukan dalam jangka pendek dan panjang.

Secara jangka pendek, pemerintah menjalankan strategi survival agar pelaku UMKM dapat bertahan sekuat mungkin melalui stimulus dan bantuan dari pemerintah hingga penanganan tuntas pandemi Covid-19 di seluruh wilayah Indonesia.

Sedangkan secara jangka panjang, Pemerintah berupaya menguatkan ketahanan UMKM melalui kemudahan berusaha dalam Omnibus Law Ciptaker yang dapat mendorong lahirnya bisnis-bisnis UMKM baru pasca-Covid dan mempercepat transformasi digital di sektor UMKM.

Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020