Pasar secara serius bergulat dengan permintaan setelah terus meningkatnya kasus COVID-19
New York (ANTARA) - Harga minyak lebih rendah pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), setelah angka persediaan Amerika Serikat menunjukkan bahwa permintaan melemah untuk produk-produk olahan saat kasus COVID-19 global melonjak.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember ditutup di 41,73 dolar AS per barel, turun 1,43 dolar AS atau 3,3 persen.

Sementara itu harga minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember berkurang 1,67 dolar AS atau 4,0 persen, menjadi menetap di 40,03 dolar AS per barel.

Kedua kontrak acuan tersebut menguat di sesi sebelumnya.

Baca juga: Saham Inggris berbalik jatuh, Indeks FTSE 100 anjlok 1,91 persen

Persediaan minyak mentah turun satu juta barel dalam sepekan yang berakhir 16 Oktober menjadi 488,1 juta barel, sementara stok bensin naik, menunjukkan melemahnya permintaan bahan bakar.

Produk keseluruhan yang dipasok, yang mewakili permintaan, masih jatuh 13 persen pada tahun ini dan selama empat minggu terakhir jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.

"Pasar secara serius bergulat dengan permintaan setelah terus meningkatnya kasus COVID-19," kata Tony Headrick, analis pasar energi di CHS Hedging.

Baca juga: Saham Spanyol balik merosot, Indeks IBEX 35 ditutup anjlok 1,67 persen

Menambah tekanan, kasus COVID-19 di seluruh dunia melampaui 40 juta pada Selasa (20/10/2020) dengan beberapa bagian Eropa memberlakukan langkah-langkah penguncian baru.

"Brent sangat terekspos ke kawasan Eropa yang sedang menjalani lockdown baru," kata Headrick.

Pada Selasa (20/10/2020), menteri energi Rusia mengatakan masih terlalu dini untuk membahas masa depan pembatasan produksi minyak global setelah Desember, kurang dari seminggu setelah mengatakan rencana untuk mengurangi pembatasan produksi harus dilanjutkan.

Baca juga: Saham Jerman anjlok lagi, Indeks DAX 30 merosot 1,41 persen

Awal tahun ini Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia - bersama-sama dikenal sebagai OPEC+ - sepakat untuk memangkas pengurangan produksi pada Januari dari 7,7 juta barel per hari (bph) saat ini menjadi sekitar 5,7 juta barel per hari.

Pada saat yang sama, anggota OPEC Libya, yang dibebaskan dari pemotongan tersebut, juga meningkatkan produksi setelah konflik bersenjata menutup hampir semua produksinya pada Januari. Produksinya telah pulih menjadi sekitar 500.000 barel per hari, dengan Tripoli mengharapkan angka itu menjadi dua kali lipat pada akhir tahun.

Pertarungan atas RUU bantuan virus corona AS yang besar dan kuat akan mengalir hingga Rabu (21/10/2020) ketika Gedung Putih dan Demokrat mencoba untuk mencapai kesepakatan sebelum pemilihan presiden dan kongres 3 November, sekarang dengan dorongan dari Presiden Donald Trump.

Baca juga: Rupiah ditutup menguat, terkerek harapan lolosnya paket stimulus AS

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020