Semarang (ANTARA News) - Pemakzulan terhadap presiden dan atau wakil presiden sulit karena harus melewati prosedur yang rumit, panjang, dan membutuhkan dukungan politik yang besar, kata Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Y. Thohari.

"Presiden dan Wakil Presiden RI memang istimewa karena posisinya tidak seperti warga negara biasa," katanya saat pidato bertema "Dinamika Perpolitikan Indonesia Kontemporer" pada Dies Natalis Ke-40 IAIN Walisongo Semarang, di Semarang, Senin.

Ia mengatakan, presiden dan wapres tidak mungkin dibawa ke pengadilan jika melanggar hukum atau pidana berat.

Hukuman kepada mereka, katanya, bersifat khusus yakni pemakzulan.

"Tidak mustahil dilakukan," katanya.

Mereka, katanya, dipilih secara langsung oleh rakyat sehingga memiliki legitimasi politik yang kuat. Hanya ada dua alasan mereka terlepas dari jabatannya yakni karena mangkat dan berhenti dari jabatan.

Ia menjelaskan, mereka berhenti dari jabatan bisa karena mengundurkan diri atau diberhentikan, tidak melakukan kewajibannya pada masa jabatan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Ia menjelaskan, proses pemakzulan kepada mereka merupakan perpaduan antara proses politik di DPR dan MPR dengan hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga terjadi karena berbagai alasan yang relatif sangat signifikan.

Mereka, katanya, tidak dapat diberhentikan pada masa jabatan yang lima tahun itu kecuali jika terbukti melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela sehingga tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan atau wapres.

"Memang DPR yang mengusulkan berdasarkan pernyataan pendapat yang diputuskan melalui rapat paripurna dengan kuorum tertentu, tetapi pembuktian atas pendapat DPR bahwa presiden atau wapres melakukan pelanggaran hukum harus melalui proses hukum sesuai hukum acara di MK," katanya.

Ia menjelaskan, DPR hanya bisa menyampaikan pernyataan pendapat bahwa presiden dan atau wapres melanggar hukum atau perbuatan tercela.

Namun, katanya, pemeriksaan, penyelidikan, dan keputusan atas pendapat DPR tersebut wewenang MK. (N008/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010