Jakarta (ANTARA) - Persepsi publik negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) atas hubungan kawasan dengan China disebut sangat bergantung pada isu yang dipertanyakan, menurut laporan hasil survei yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI).

“Masyarakat ASEAN mengukur keuntungan kerja sama antara ASEAN dan China dalam perspektif kepentingan nasional negara masing-masing. Tentunya ini seperti yang diperkirakan sebelumnya dan oleh karena itu, jika dilihat dalam laporan hasil survei, tampak bahwa respon-respon (partisipan) kebanyakan sangat bergantung pada isu yang dipertanyakan,” kata Supervisor ASEAN-China Survey 2020 FPCI Shofwan Al Banna dalam acara virtual peluncuran hasil survey, Jumat.

Artinya, kata Shofwan, penilaian para responden terkait hubungan ASEAN dan China tidak dapat dipetakan secara hitam dan putih.

Survei opini publik tersebut diselenggarakan oleh FPCI pada bulan Juni hingga Oktober 2020 dengan melibatkan 1.000 responden dari 10 negara anggota ASEAN, yang terbagi dalam lima kelompok, yakni pejabat pemerintah, akademisi, pelaku bisnis, masyarakat sipil, serta pelajar.

Isu yang dibahas dalam survei tersebut meliputi bidang politik, keamanan, ekonomi, perdagangan, investasi, pendidikan, dan sosial budaya. Isu strategis seperti kerjasama penanganan COVID-19, Belt and Road Initiative (BRI), isu geopolitik seperti rivalitas AS dan China, dan proses perumusan Code of Conduct (COC) untuk sengketa di Laut China Selatan juga menjadi bagian dari survei.

Secara umum, hasil survei menunjukkan bahwa hubungan antara ASEAN dan China dianggap saling menguntungkan dan memberikan kontribusi positif terhadap perdamaian, stabilitas, dan progress di kawasan. Namun, terdapat sejumlah segmen masyarakat ASEAN yang menunjukkan sikap skeptic atas hal tersebut, yang dianggap perlu diperhatikan guna membangun hubungan yang lebih baik dan kuat antara kedua pihak.

“Masyarakat ASEAN cenderung menyambut baik kerja sama ekonomi yang kuat seperti yang ada di dalam inisiatif BRI, namun juga menilai kerja sama tersebut perlu terus ditinjau ulang guna memastikan keuntungan yang optimal bagi kedua pihak yang terlibat,” kata Shofwan.

Di sisi lain, tingkat sikap skeptis para responden relatif lebih tinggi dalam bagian keamanan politik dalam hubungan. Ada kekhawatiran atas Sentralitas ASEAN dan bagaimana interaksi dengan China dapat berdampak pada kedaulatan negara-negara ASEAN.

“Kekhawatiran semacam ini dapat dimengerti dan perlu dipertimbangkan untuk memastikan adanya hubungan yang lebih hangat antara kedua mitra,” lanjutnya.

Lebih lanjut, survei juga menunjukkan bahwa mayoritas responden lebih memperhatikan keamanan politik dan dimensi ekonomi dalam hubungan tersebut dibandingkan dengan isu sosial budaya.

Terdapat keberagaman dalam opini yang diberikan oleh masyarakat ASEAN, di mana para pelajar cenderung sedikit lebih berhati-hati, namun memberikan penilaian yang sangat positif terkait program-program yang menguntungkan mereka secara langsung seperti program beasiswa ASEAN-China Young Leaders Scholarship.

Sementara itu, kalangan responden elite seperti pejabat pemerintah dan pelaku bisnis, yang terlibat langsung dalam proses hubungan tersebut, menunjukkan respon yang lebih optimistis, dan kalangan masyarakat sipil menunjukkan sikap skeptis yang lebih tinggi.

Laporan hasil survei ini pun diharapkan dapat menjadi referensi bagi pemangku kebijakan untuk meningkatkan hubungan kerja sama ASEAN dan China ke depannya.

Baca juga: Peneliti sebut China rekan penting ASEAN di bidang ekonomi
Baca juga: Deng Xijun tegaskan wabah corona tak pengaruhi hubungan China-ASEAN
Baca juga: Dubes Deng Xijun akan kembangkan kemitraan strategis ASEAN-China


Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020