Jakarta (ANTARA News) - Nama mantan Pelaksana Tugas Sementara Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tumpak Hatorangan Panggabean disebut dalam kasus dugaan suap kepada sejumlah anggota DPR dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) pada 2004 yang dimenangkan oleh Miranda Goeltom.

Hal itu terungkap dalam sidang kasus itu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, dengan terdakwa politisi PDI Perjuangan, Dudhie Makmun Murod.

Ketika memberikan keterangan, Dudhie mengaku berbicara dengan politisi PDI Perjuangan, Panda Nababan dalam sebuah pertemuan pada November 2009.

Saat itu, kasus suap itu sudah bergulir dan sejumlah politisi PDI Perjuangan diduga terlibat.

"Saat itu pak Panda bilang, `Dud jangan sebut nama abang, nanti abang bantu," kata Dudhie menirukan ucapan Panda.

Menurut Dudhie, Panda mengatakan hal itu sambil menunjukkan pesan singkat dari seseorang. "Sambil menunjukkan SMS dari pak Tumpak," kata Dudhie.

Saat itu, Tumpak masih memimpin KPK.

Dudhie tidak membaca isi pesan singkat itu karena Panda tidak memperlihatkan dalam waktu yang cukup lama.

"Mungkin itu hanya untuk menunjukkan kedekatan (dengan Tumpak)," kata Dudhie menambahkan.

Panda yang juga hadir sebagai saksi di persidangan itu langsung membantah.

Bahkan ketika Ketua Majelis Hakim, Nani Indrawati menanyakan isi pesan singkat Tumpak di telepon seluler Panda, anggota DPR itu membantah.

"Tidak ada itu," kata Panda membantah.

Pada sidang itu, Dudhie juga mengungkap peran Panda dalam mengarahkan Dudhie untuk menggunakan hak ingkar di persidangan.

Menurut Dudhie, pesan Panda itu disampaikan oleh politisi PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan ketika membesuk Dudhie di penjara.

Saat itu, Trimedya berkata kepada Dudhie bahwa Panda mengingatkan ada hak ingkar yang bisa dimanfaatkan Dudhie di persidangan.

Hak ingkar dimiliki oleh seorang terdakwa untuk mengingkari atau berbeda pendapat dengan apa yang didakwakan oleh penuntut umum.

Berdasar dakwaan Jaksa Penuntunt Umum KPK, para politisi PDI Perjuangan yang diduga menerima adalah Williem Tutuarima, Agus Condro Prayitno, Muh. Iqbal, Budiningsih, Poltak Sitorus, Aberson M. Sihaloho, Rusman Lumban Toruan, Max Moein, Jeffrey Tongas Lumban Batu, Engelina A. Pattiasina, Suratal, Ni Luh Mariani Tirtasari, dan Soewarno. Mereka diduga menerima cek senilai Rp500 juta per orang.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan lainnya menerima jumlah yang berbeda, yaitu Sukardjo Hardjosoewirjo (Rp200 juta), Izedrik Emir Moeis (Rp200 juta), Matheos Pormes (Rp350 juta), Sutanto Pranoto (Rp600 juta), dan Panda Nababan yang menerima jumlah paling banyak, yaitu Rp1,45 miliar.

Panda membantah menerima cek seperti yang didakwakan oleh penuntut umum.

"Bahkan saya tidak pernah tahu," katanya.

Dia juga membantah memerintahkan Dudhie untuk menemui seorang bernama Arie Malangjudo untuk mengambil sejumlah lembar cek yang akan dibagikan kepada para politisi PDI Perjuangan.

Pernyataan itu berbeda dengan pengakuan Dudhie. Dia mengaku disuruh oleh Panda.
Bahkan sebagian besar saksi yang hadir di persidangan membenarkan Panda berperan dalam pemenangan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior BI. Meski demikian, Panda tetap membantah.(F008/A024)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010