Surabaya (ANTARA News) - Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur menerapkan sistem agroforestri untuk melindungi mata air di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas.

"Sistem agroforestri ini telah disepakati bersama dalam rakerda (rapat kerja daerah) yang diikuti pejabat BLH se-Jatim," kata Sekretaris BLH Jatim, Lucianingsih, di Surabaya, Senin.

Tahap awal penerapan sistem itu adalah dengan melakukan penanaman pohon di sekitar mata air DAS Brantas, Kota Batu. Selanjutnya sistem itu akan diterapkan di kabupaten/kota yang berada di DAS Brantas.

Dia menuturkan, selama ini mata air di sekitar DAS Brantas telah dialihfungsikan dari lahan hutan menjadi lahan pertanian sehingga hal itu menimbulkan banyak persoalan, seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan, dan perubahan lingkungan.

Dalam sistem agroforestri, jenis pohon yang bisa ditanam juga sangat beragam. Lucia menyebutkan, tanaman bernilai ekonomi tinggi, seperti kelapa, karet, cengkih, kopi, kakao, nangka, melinjo, petai, jati, dan mahoni dapat digunakan untuk merealisasikan program itu. Demikian juga dengan tanaman dadap, lamtoro, dan kaliandra.

Selain itu, sistem tersebut juga bisa dipadukan dengan tanaman semusim, seperti padi, jagung, kedelai, kacang-kacangan, ubi kayu, dan sayuran.

"Saat ini kondisi Sungai Brantas sangat memprihatinkan. Dari 109 mata air, kini tersisa 57 mata air," kata Lucia menambahkan.

Matinya mata air tersebut akibat banyaknya penebangan liar dan pengelolaan lahan yang mengabaikan program konservasi lahan.

Untuk lahan kritis di kawasan hutan DAS Brantas, kini sekitar 925 hektare, sementara di luar kawasan hutan sekitar 1.899 hektare. Lahan kritis di kawasan hutan Kabupaten Malang sekitar 10.473 hektare dan di luar kawasan hutan 46.315 hektare.

Dari hasil studi BLH pada 2003, sejak 1980 telah terjadi peningkatan erosi hingga mencapai 300 persen di hulu Sungai Brantas atau sebesar 2.268 ton per hektare setiap tahun.

Hal ini pula yang menyebabkan terjadinya sedimentasi di Waduk Senduro dan Bendungan Sutami hingga mencapai 5,4 juta meter kubik per tahun dalam kurun 1988-2003 sehingga membuat daya tampung waduk semakin menurun. (M038/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010