Pandeglang (ANTARA News) - Balai Taman Nasional Ujung Kulon (BTNUK) Pandeglang menggandeng 14 desa yang berada di sekitar kawasan taman nasional itu untuk bersama-sama menjaga dan melestarikan kawasan hutan.

"Kita perlu menggandeng desa yang ada di sekitar wilayah Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) untuk menjaga kawasan tersebut supaya tetap lestari," kata Kepala BTNUK Pandeglang Agus Priambudi di Pandeglang, Rabu.

Menurut dia, desa yang digandeng untuk menjaga kawasan dengan sistem kemitraan tersebut berada dalam dua wilayah kecamatan yakni Cimanggu dan Sumur.

Ia mengaku, secara rutin menggelar pertemuan dengan para kepala desa tersebut untuk membicarakan berbagai permasalahan yang ada di kawasan taman nasional itu, di antaranya kondisi faktual di lapangan serta cara penjagaan dan pemeliharaan hutan tropis yang menjadi habitat badak jawa tersebut.

BTNUK, kata dia, juga telah membentuk beberapa Lembaga Konservasi Desa (LKD) untuk bersama-sama dengan petugas keamanan dari BTNUK melakukan patroli guna menjaga kawasan dari tindakan perambahan dan pembalakan liar.

"Kita membentuk Lembaga Konservasi Desa (LKD) yang anggotanya dari masyarakat setempat, dan lembaga itu kini pro aktif mengamankan wilayah hutan serta secara rutin menggelar patroli," katanya.

Menurut dia, saat ini telah dibentuk dua LKD yakni di Desa Kramatjaya dan Kertamukti, kedua LKD tersebut kini sudah berjalan dan rutin melaksanakan operasi pengamanan hutan.

Pada 2010, BTNUK akan kembali membentuk empat LKD yakni di Desa Kramat Jaya, Padasuka, Sumberjaya dan Kertamukti. Pembentukan LKD itu mendapat dukungan penuh dari Kementerian Kehutanan dan sebuan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) nasional.

Ia mengaku, optimistis dengan keterlibatan masyarakat dalam menjaga hutan maka kawasan TNUK akan tetap lestari.

Mengenai tingkat kerusakan kawasan TNUK, menurut dia, relatif rendah jika dibandingkan dengan hutan lain yang ada di berbagai daerah di Indonesia.

Tingkat kerusakan hutan di kawasan Taman Nasional Unjung Kulon (TNUK) di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten hanya 2.100 hektare (Ha) atau 2,76 persen dari luas kawasan tersebut mencapai 76 ribu Ha.

"Tingkat kerusakan hutan TNUK ini termasuk paling rendah di seluruh Indonesia, bahkan untuk Pulau Jawa TNUK merupakan hutan terbesar," katanya.

Ia juga menjelaskan, 2.100 Ha kawasan yang rusak itu karena telah dijadikan sawah oleh masyarakat dan menjadi mata pencairan dari ribuan kepala keluarga warga yang ada di sekitar taman nasional tersebut. (S031/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010