Surabaya (ANTARA News) - Pihak RSUD dr. Soetomo Surabaya mengingatkan masyarakat akan penggunaan dan penjualan obat-obatan antibiotik yang saat ini sangat mudah diperoleh di pasaran.

"Penggunaan antibiotik harus sesuai resep dokter. Perilaku masyarakat yang sembarangan membeli antibiotik tanpa resep dokter bisa berakibat fatal," kata Wakil Direktur RSD dr. Soetomo Bidang Penunjang Medik dr. Usman Hadi, SpPD di Surabaya, Jumat.

Menurut dia, karena sudah resisten terhadap obat tertentu, pasien harus disembuhkan dengan obat berdosis lebih tinggi. Jika dosis terus dinaikkan, lama-lama pasien tersebut tidak bisa disembuhkan dengan obat apa pun.

"Jika penyakitnya ringan, akan tetapi diobati dengan antibiotik dosis tinggi, lama-lama kuman, virus, atau bakteri yang menginfeksi resisten terhadap obat tersebut. Akibatnya, pasien bisa meninggal dunia karena penyakitnya tidak bisa disembuhkan dengan obat apa pun," katanya.

Ia menyebutkan, saat ini sekitar 10 persen penduduk Indonesia termasuk di Kota Surabaya resisten terhadap antibiotik tertentu. Padahal 10 tahun lalu, jumlahnya kurang dari satu persen dari penduduk yang ada. "Saya tidak menyebutkan antibiotik apa saja yang sudah tidak `mempan` lagi digunakan untuk pasien di Indonesia," katanya.

Ia menjelaskan, resistensi bergantung pada masing-masing orang. Artinya, jika seseorang terus-menerus memakai antibiotik tertentu tanpa memperhatikan tingkat kegawatan suatu penyakit, maka semakin lama pasien semakin resisten terhadap obat tertentu.

"Yang jelas, sekarang penisilin sudah tidak bisa lagi digunakan untuk mengobati penyakit kelamin gonore karena sering dipakai untuk mengobati infeksi ringan," katanya mencontohkan.

Oleh sebab itu, dia mendesak pemerintah untuk menambahkan regulasi tentang pembelian antibiotik yang harus disertai dengan resep dokter. "Sebenarnya peraturan itu sudah ada. Namun faktanya, aturan itu banyak dilanggar. Bahkan antibiotik sekarang dijual bebas, termasuk di toko obat biasa," kata Usman.

Lebih parah lagi, banyak peternak dan petani tambak yang menggunakan antibiotik untuk mempercepat pertumbuhan ternaknya. Hal itu sangat membahayakan karena orang yang mengonsumsi daging hewan atau ikan yang diberi pakan bercampur antibiotik akan resisten.

"Antibiotik tidak bisa diuraikan, bahkan setelah menjadi residu. Karena itu, limbah yang mengandung antibiotik sangatlah berbahaya," katanya.

Selain itu, dia juga meminta Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan memperketat pengawasan penggunaan antibiotik sebagai salah satu upaya pencegahan resistensi antibiotik.(T.M038/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010