Washington (ANTARA News) - Presiden Rusia Dmitry Medvedev, Selasa, mengatakan, Kyrgyzstan "berada di ambang perang saudara" akibat krisis politik di negara itu.

"Saya yakin Kyrgyzstan berada di ambang perang saudara," katanya di sela kehadiranya di KTT keamanan nuklir yang berakhir di Washington DC, Amerika Serikat (AS), Selasa.

Para pemimpin politik Kyrgyzstan harus memutuskan nasib negara itu setelah Presiden Kurmanbek Bakiyev menyampaikan kesiapannya untuk mundur pasca-aksi protes berdarah pekan lalu, katanya.

Pemimpin Rusia itu mengimbau berbagai pihak terkait Kyrgyzstan agar menghindari aksi kekerasan yang dilaporkan menewaskan 83 orang itu.

"Kyrgyzstan terancam pecah menjadi (Kyrgyzstan) selatan dan utara," katanya dalam pidatonya di forum lembaga kajian prestisius AS, "Brookings Institute".

Sebelumnya, dalam pernyataannya kepada Majalah Newsweek Rusia pekan lalu, Presiden terguling Kurmanbek Bakiyev mengatakan bahwa dia siap mundur.

"Ya saya siap jika mereka ingin saya mundur. Tapi saya belum tahu apa balasan yang saya akan dapatkan. Karena itulah, kami harus bertemu dan bicara," katanya seperti dikutip Kantor Berita Interfax.

Rencana aksinya itu adalah untuk menjaga kestabilan setidaknya di wilayah Kyrgyzstan selatan.

"Saya akan melakukan apa saja untuk menghindari pecahnya perang saudara ...," katanya.

Sementara itu, Roza Otunbayeva, pemimpin oposisi yang kini memimpin pemerintahan sementara Kyrgyzstan, mengatakan ia sudah menawarkan Bakiyev sebuah pelarian yang aman ke luar negeri jika bersedia mundur.

Di tengah kisruh politik Kyrgyzstan itu, sejak pekan lalu, komandan pusat militer AS menghentikan semua penerbangan berawak personil militer dari pangkalan udara Manas karena alasan keamanan.

Para pejabat Pentagon mengatakan pangkalan udara Manas penting bagi AS dalam mendukung misinya di Afghanistan.

Sepanjang Maret, setidaknya 50 ribu tentara AS diterbangkan ke Afghanistan lewat pangkalan udara itu.

Kyrgyzstan terletak di Asia Tengah dan berpenduduk sekitar 5,3 juta. Sepertiga dari penduduknya hidup di bawah garis kemiskinan.(R013/C003)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010