Pihak yang harus dilibatkan perguruan tinggi vokasi dalam merancang skema sertifikasi yaitu pihak IDUKA, asosiasi profesi dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Jabatan Fungsional Bidang Kemitraan dan Penyelarasan Perguruan Tinggi Vokasi dan Profesi (PTVP) Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud, Agus Susilohadi, mengatakan perguruan tinggi vokasi (PTV) harus melibatkan industri, dunia usaha, dan dunia kerja (IDUKA) dan pemangku kepentingan lainnya dalam merancang skema sertifikasi kompetensi.

"Pihak yang harus dilibatkan perguruan tinggi vokasi dalam merancang skema sertifikasi yaitu pihak IDUKA, asosiasi profesi dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)," katanya dalam keterangan di Jakarta, Rabu.

Dia menambahkan IDUKA sebagai pengguna lulusan vokasi harus terlibat dalam penyusunan skema sertifikasi beserta perangkat ujinya (materi uji kompetensi). Tidak hanya itu, tempat uji kompetensi (TUK) juga harus sesuai dengan standar industri.

Selain IDUKA, asosiasi profesi juga harus terlibat untuk menyepakati standar-standar tersebut. Sedangkan keterlibatan BNSP adalah untuk memastikan bahwa skema yang disusun sudah sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) sehingga dapat diakui dan berlaku secara nasional.

Dia menjelaskan sertifikat kompetensi menjadi dokumen pendamping ijazah bagi lulusan pendidikan vokasi yang menunjukkan kompetensi apa yang telah dikuasai.

"Ijazah menunjukkan seseorang telah belajar apa, sedangkan sertifikat kompetensi menunjukkan seseorang memiliki keterampilan atau keahlian di bidang apa," katanya.

Ia mengatakan sertifikat kompetensi menjadi bekal berharga bagi lulusan pendidikan vokasi dalam memasuki dunia kerja. Namun, adakalanya sertifikat kompetensi yang telah dikantongi lulusan pendidikan vokasi belum diterima atau diakui oleh pihak industri.

"Penyebabnya adalah faktor kepercayaan dan perbedaan standar kompetensi seperti yang dikehendaki oleh industri. Faktanya memang skema sertifikasi kompetensi yang digunakan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) 1 Perguruan Tinggi Vokasi masih banyak dalam bentuk okupasi dan klaster, belum bersifat nasional yang mengacu pada KKNI level 5 dan 6 (Diploma)," katanya.

Hal itu yang kemudian menjadi salah satu penyebab timbulnya "jurang" kompetensi lulusan pendidikan vokasi dengan kebutuhan industri, sehingga "link and match" belum terjadi secara optimal.

"Sebagai bentuk komitmen, Kemendikbud memberikan hibah kepada 10 Perguruan Tinggi Vokasi (PTV) melalui Program Pengembangan Penilaian Mutu Perguruan Tinggi Vokasi Berstandar Industri. Kesepuluh PTV pengampu diberi tugas untuk berkoordinasi dengan IDUKA, asosiasi profesi, BNSP, dan PTV lain dengan program studi sejenis untuk duduk bersama menyusun serta menyepakati skema sertifikasi nasional sesuai KKNI level 5 dan 6,," katanya.

Setelah skema tersusun, dilanjutkan untuk penyusunan materi uji kompetensi serta membuat petunjuk teknis TUK yang berstandar industri.

"Dengan kerja bersama ini, kami harap skema sertifikasi yang dihasilkan nanti dapat berlaku secara nasional oleh seluruh LSP di Tanah Air, serta yang terpenting dapat diakui oleh IDUKA sehingga sertifikat kompetensi ini benar-benar memberikan nilai tambah bagi para lulusan vokasi, serta menjadi "personal branding" mereka dalam memasuki dunia kerja," demikian Agus Susilohadi.

Baca juga: Kemendikbud: Dukungan pemda bikin pendidikan vokasi naik kelas

Baca juga: Kemendikbud : Negara maju diukur dari pendidikan vokasinya

Baca juga: 99 persen wisudawan Pendidikan Vokasi UI lulus tepat waktu

Baca juga: Kemendikbud targetkan 90 persen vokasi "nikah massal" dengan industri

Pewarta: Indriani
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020