Jakarta (ANTARA News) - Fraksi Partai Golkar di DPR RI melalui salah satu anggotanya, Fayakhun Andriadi mendesak Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo harus bertanggung jawab memulihkan keadaan ibu kota negara.

Hal itu dinyatakannya kepada ANTARA, Rabu malam, merespons kerusuhan antara Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) Pemprov DKI Jakarta dan warga di kawasan Tanjung Priok, terkait pembongkaran makam Mbah Priok (Habib Hasan bin Muhammad Al Hadad).

"Setidaknya ada empat kata kunci terkait aksi kekerasan antara aparat Pemprov DKI Jakarta dan warganya tadi. Pertama, itu tadi, yakni Gubernur DKI Jakarta harus bertanggungjawab memulihkan keadaan ibu kota negara, sebagai pusat pemerintahan NKRI," tegas anggota Komisi I DPR RI bidang Pertahanan, Politik, Intelijen, Kominfo dan Hubungan Luar Negeri ini.

Kedua, demikian Fayakhun Andriadi, kejadian ini menunjukkan terjadi komunikasi politik yang tersumbat.

"Baik antara masyarakat dengan pemerintah, juga tokoh masyarakat dengan pemerintah, begitu pula sebaliknya," ujarnya.

Kemudian, kata kunci ketiga, menurut Fayakhun Andriadi, ada arogansi Satpol-PP dan jajaran-jajaran terkaitnya.

"Karena itu, benar sejumlah wacana yang menghendaki ada baiknya petunjuk teknis (Juknis) Satpol-PP itu ditinjau ulang. Atau, ikuti saja usulan membubarkan Satpol-PP, karena benar-benar bisa melakukan tindakan yang terkesan anarkis di lapangan," ungkapnya.

Apa yang terjadi di Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok hari Rabu ini, menurutnya, merupakan salah satu klimaks dari arogansi Satpol-PP yang gajinya dibayar rakyat, tetapi melakukan `penindasan` terhadap warganya.

"Kan beberapa stasiun televisi sudah menayangkan bagaimana mereka melempar anak-anak, berkelahi dengan orang tua, dan begitu mudah terpancing untuk berbuat anarkis melebihi kebrutalan massa yang tak punya tali komando," katanya.

Selanjutnya, ia mengemukakan kata kunci keempat, yakni menyangkut penghargaan atas kultur warga di mana ia berada.

"Kan kalau tidak salah, warga di kawasan begitu mantap mempertahankan keberadaan sebuah situs makam budaya mereka. Ingat, masalah budaya, atau agama dan etnik di Indonesia ini, sangat sensitif, dan bisa menjadi `sumbu` membakar massa bila tidak bisa di-`manage` (kelola) dengan arif bijaksana, dengan mengedepankan nilai-nilai ideologi kita Pancasila," kata Fayakhun Andriadi lagi.
(M036/Z002/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010