Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR Komisi XI Fraksi Golkar, Wahid Nusron, meyakinkan tidak ada lagi penyuapan dalam pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia (DG BI) yang akan diselenggarakan pekan depan.

"Ini pemilihan DG BI pertama setelah kasus Miranda terkuak. Sebagaimana kita ketahui, pilihan komisi XI ini rasional dan sesuai kebutuhan. Jadi tidak ada pola `transaksional` (suap menyuap) seperti pemilihan DG senior BI. Saya yakin, seyakin-yakinnya tidak terjadi pola transaksional," katanya di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior Miranda S Goeltom menjadi pelajaran berharga bagi seluruh anggota dewan. Apalgai, menurut dia, ini merupakan pemilihan DG BI yang pertama sejak pemilu 2009.

"Saat ini, sekitar 80 persen anggota komisi XI merupakan orang baru yang sebelumnya tak pernah berhubungan dengan Bank Indonesia," katanya.

Ia menambahkan, pemilihan deputi gubernur nantinya akan lebih diwarnai oleh kedekatan gagasan dan ide-ide yang berkembang dibandingkan dengan kedekatan personal.

Hal ini, menurut dia, bisa dirasakan karena hingga saat ini pola-pola yang biasanya terjadi menjelang pemilihan deputi, seperti mengajak makan anggota dewan, ataupun juga mengumpulkan anggota fraksi tidak ada.

"Saya sampai saat ini tidak merasakan atmosfer itu. Saya tidak pernah diundang makan, begitu pula fraksi juag tidak mengumpulkan kita. Saya rasa zaman telah berubah, kita semua berubah," katanya.

Ia mengungkapkan, perlu adanya usulan untuk merubah pola pencalonan DG BI untuk meminimalisir adanya kasus suap menyuap, sekaligus juga menghindari prasangka yang tidak tepat antara DPR dengan Pemerintah.

"Seperti kasus Agus Marto dengan Raden Pardede, seolah-olah pemerintah telah memotong Dewan dengan menempatkan Agus Marto sebagai Gubernur BI karena semua orang tahu Raden Pardede dicalonkan hanya untuk memenuhi syarat pencalonan Gubernur BI, nah hal semacam ini harus dihindari," katanya.

Ia mengusulkan adanya panitia seleksi calon yang independen seperti pemilihan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan komisi-komis lainnya.

"Saya kira itu lebih fair dan terbuka, tidak seperti saat ini yang lebih sarat muatan politis pemerintah, " katanya.

Ia menjelaskan selama ini sesuai dengan UU tentang Bank Indonesia, maka calon DG BI diajukan oleh presiden. Pengajuan calon tersebut setelah presiden menimbang orang-orang yang disuslkan oleh Gubernur Bank Indonesia maupun Masyarakat Perbankan.

"Tapi prosesnya yang tahu hanya presiden dan lingkaran dalamnya, timnya, namun masyrakat tidak tahu kenapa dia diajukan karena sejak awal tidak ada keterbukaan informasi," katanya.

Anggota Komisi XI fraksi PDIP, Arif Budimanta, sependapat dengan pandangan tersebut. Menurut dia, UU tentang Bank Indonesia perlu direvisi.

"Selama ini dewan hanya disodori calon, tapi tidak tahu calonnya datangnya darimana, saya kira usul untuk membentuk panitia seleksi usul yang baik," katanya.

Pekan depan Komisi XI DPR yang membidangi keuangan dan perbankan akan mengadakan uji kepatutan dan kelayakan untuk menduduki posisi Deputi Gubernur Bank Indonesia bidang Pengawasna Perbankan yang ditinggalkan oleh Siti Fadjriah.

Pemerintah telah mengajukan tiga calon yaitu Halim Alamsyah yang menduduki posisi Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Perry Warjio yang menjabat Direktur Riset dan Kebijakan Moneter BI serta Khrisna Wijaya, Mantan Kepala Eksekutif LPS yang kini menjadi Komisaris Bank Danamon.

(T.M041/A027/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010