Baghdad (ANTARA News) - Pemerintah Irak telah menutup sebuah penjara rahasia, tempat 400 lebih tawanan yang sebagian besar Muslim Sunni ditahan tanpa diadili, Pemerintah Irak juga menangkap tiga pejabat unit militer yang menjalankan penjara itu, kata seorang pejabat, Jumat.

Unit yang mengoperasikan pusat tahanan itu melapor secara langsung pada kantor PM Nuri al-Maliki, seorang Muslim Syiah, tapi para pejabat membantah kalangan dalam Maliki memiliki hubungan dengan fasilitas itu atau mengetahui tentangnya.

"Ketiga pejabat itu ditahan karena interogasi," Kamil Ameen, seorang jurubicara Kementerian Hak Asasi Manusia Irak, pada Reuters. ""Yang penting  bagi kami bahwa penjara itu telah ditutup dan  sekarang bagian dari masa lalu."

Penutupan penjara rahasia itu terjadi pada waktu sensitif bagi Maliki, yang sedang berjuang untuk mempertahankan jabatannya sebagai perdana menteri menyusul pemilihan umum yang tak meyakinkan Maret.

Aliansi lintas golongan yang didukung oleh minoritas Sunni Irak memperoleh jumlah kursi terbesar, meskipun blok Maliki berada di tempat kedua. Tidak ada yang memperoleh cukup kursi untuk membentuk pemerintah mayoritas.

Masyarakat Arab Sunni telah mendominasi di bawah Saddan Hussein, dan frustrasi mereka pada kekuasaan kelompok politik Syiah -- banyak yang memiliki hubungan dekat dengan Iran -- telah membantu meningkatkan kekacauan pasca serangan pimpinan AS 2003.

Pertumpahan darah sektarian yang mengikutinya memburuk pada 2005 dengan pengungkapan bahwa sejumlah orang Arab Suni telah ditahan dan disiksa di penjara bawah tanah.

Penjara itu, terletak di lapangan udara Muthanna di Baghdad tengah, menahan para gerilyawan yang tertangkap dalam serangan militer di provinsi Nineveh di Irak utara tahun lalu.

Para tawanan itu seharusnya diserahkan pada kementerian kehakiman untuk diadili, tapi hal itu tidak dilakukan.

Kementerian HAM mengataka telah mengirim penyelidik ke fasilitas itu ketika mengetahui mengenai penjara itu beberapa pekan lalu dan bahwa para tahanan telah mengadu ,bahwa mereka sudah disiksa dan tidak diizinkan untuk menghubungi keluarga mereka atau mengupayakan bantuan hukum. Menurut Los Angeles Times, beberapa tawanan menceritakan mereka telah diperkosa.

"Ada 431 tahanan, 100 dari mereka telah dibeabskan, 20 dari mereka dikirim kembali ke Mosul ... dan sisanya dikirim ke penjara kementeian kehakiman," jelas Ameen, merujuk pada kota penting Nineveh.

Beberapa pejabat militer mengatakan mereka memiliki surat perintah bagi penangkapan semua tahanan yang ditahan di fasilitas tersebut.

"Itu bukan penjara rahasia, tapi sel tahanan yang terbuka bagi semua organisasi hak asasi manusia dan Kementerian HAM," jurubicara keamaan Baghdad, Mayor Jenderal Qassim al-Moussavi, mengatakan pada Reuters awal pekan ini.

"Saya membantah keberadaan penjara rahasia di bawah otoritas pemerintah atau ... pasukan keamanan terkait dengan perdana menteri," kata Menteri HAM Wijdan Salim dalam pembicaraan yang disiarkan televisi belum lama ini. Ia menegaskan, ia tidak percaya ada pusat tahanan ekstrajudisial lain di Irak.

Seorang jurubicara Kedubes AS menyatakan kedutaan telah menyampaikan kekhawatiran pada para pejabat senior Irak menyangkut fasilitas tahanan ekstrajudisial itu dan juga tuduhan penyiksaan.

Tujuh tahun setelah jatuhnya Saddam, sekitar 100.000 tentara AS masih di Irak. Militer AS merencanakan untuk mengurangi jumlah itu menjadi 50.000 pada akhir Agustus dan penarikan seluruh tentara pada akhir 2001.(S008/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010