Jakarta (ANTARA News) - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menuntut Pemerintah dan DPR segera merumuskan formula penganggaran pendidikan yang akuntabel dan transparan serta mampu menjamin efektifitas dan efisiensi pengelolaannya, termasuk membuat mekanisme pengawasan.

Tuntutan itu dikemukakan Sekjen Fitra, Yuna Farhan, di Jakarta, Minggu, terkait dengan peringatan Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei 2010 dan bertepatan pula dengan tahun kedua pemerintah memenuhi amanat konstitusi menyediakan 20 persen anggaran pendidikan dari APBN.

Menurut Yuna, terpenuhinya 20 persen anggaran pendidikan dari APBN itu seharusnya sudah memberikan hasil pada akses pendidikan yang luas dan berkualitas.

"Namun, sayangnya setelah 2 tahun terpenuhi belum terlihat titik terang menggembirakan. Bangunan sekolah rusak, banyaknya anak putus sekolah, dan kualitas UN yang semakin meragukan, menggambarkan masih carut marutnya dunia pendidikan di republik ini," ujarnya.

Semakin besar anggaran pendidikan, katanya, justru tidak menjadi jaminan terhadap perluasan akses pendidikan yang berkualitas.

Menurut dia, semua itu terjadi karena rendahnya akuntabilitas pengelolaan anggaran pendidikan yang ditandai dengan hasil audit BPK yang menunjukkan dua kementerian yang memperoleh anggaran pendidikan terbesar yakni, Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama, justru memperoleh opini "Tidak Memberikan Pendapat" (TMP) atau "disclaimer" dalam tiga tahun terakhir.

Berdasarkan hasil audit BPK semester I 2009 misalnya, di Kementerian Pendidikan ditemukan 24 kasus ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan dengan nilai Rp2,2 triliun dan Kementerian Agama sebanyak 39 kasus dengan nilai Rp2,2 triliun. "Hal ini menggambarkan ketidaksiapan dua kementerian ini terhadap besarnya anggaran yang dikelola," ujarnya.

Besarnya anggaran pendidikan juga masih dipandang sebagai proyek semata sekedar bagi-bagi jatah pada berbagai Kementerian/Lembaga serta pemerintah tidak siap dengan desain besar pendidikan murah berkualitas.

"Pada RAPBN-P 2010 pemerintah mengajukan tambahan anggaran pendidikan Rp11,7 triliun sehingga menjadi Rp221,4 triliun. Ironisnya, alasan penambahan anggaran pendidikan ini karena meningkatnya total belanja negara dan bukan berdasarkan peta kebutuhan pendidikan," ujarnya.

Lebih lanjut Fitra memandang bahwa kebijakan alokasi anggaran daerah pendidikan tidak efektif.

"Berdasarkan hasil analisis kami terhadap 41 kabupaten/kota, umumnya daerah telah memenuhi amanat konstitusi. Persoalannya, 20 persen anggaran pendidikan lebih banyak dialokasikan untuk belanja tidak langsung," kata Yuna.

Ketidakjelasan peruntukan 20 persen anggaran pendidikan, ujar Yuna, membuka peluang anggaran pendidikan sebagai komodifikasi politik.

"Sepanjang penggunaan anggaran tidak efisien dan efektif. Bukan tidak mungkin bibit-bibit korupsi di layanan pendidikan semakin bersemai," katanya.

(T.D011/B013/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010