Jakarta (ANTARA News) - Perum Bulog mengusulkan bisa mengelola distribusi gula hingga 50 persen dari kebutuhan gula nasional untuk menjamin stabilitas harga di pasar.

Usulan kepada pemerintah itu disampaikan terkait tugas Bulog menjaga stabilitas harga gula dalam negeri, sementara perusahaan milik negera itu selama ini hanya menguasai sebagian kecil distribusi gula nasional.

Sekarang Bulog baru diberi kewenangan menangani distribusi 7 hingga 8 persen dari kebutuhan gula nasional yang mencapai 2,7 juta ton per tahun, kata Dirut Perum Bulog, Sutarto Alimoeso, di Jakarta, Kamis.

"Jumlah itu masih terlalu kecil jika Bulog ditugaskan menjaga stabilitas harga gula di dalam negeri," katanya dalam workshop bertema "Usaha Pencapaian Swasembada Komoditas Non Beras dan Kebijakan Perdagangan" di gedung Bulog.

Sutarto menyatakan, semestinya Bulog diberi kewenangan menangani distribusi gula hingga mendekati 50 persen dari kebutuhan dalam negeri atau lebih dari 1 juta ton untuk menjaga stabilitas harga.

Apalagi, tambahnya, jika impor gula juga bisa ditangani Bulog, maka akan lebih leluasa bagi perusahaan itu dalam menstabilkan harga salah satu komoditas pangan strategis itu.

Menyinggung kesiapan Bulog untuk mengimpor gula, Sutarto menegaskan, sudah siap dijalankan, tetapi perlu ada penghitungan neraca kebutuhan maupun produksi dalam negeri agar tidak merugikan.

"Impor dilakukan saat harga gula internasional rendah dan produksi dalam negeri juga rendah. Kalau sudah punya stok tinggal dilepas seperti beras," katanya.

Mengenai realisasi penyaluran gula impor oleh Bulog, dia mengungkapkan, dari total impor 48 ribu ton telah didistribusikan sebanyak 22 ribu ton atau 10 persen dari kebutuhan dalam negeri yang mencapai 260 ribu ton per bulan.

Menurut dia, Bulog mengimpor gula tersebut dengan harga sekitar 741 dolar/ton atau sekitar Rp8.000/kg dan menjual seharga Rp9.300/kg di pasaran.

Sementara Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Subagyo, menyatakan, saat ini harga rata-rata nasional gula kristal putih (GKP) telah mengalami penurunan.

Sampai dengan 3 Mei 2010, lanjutnya, harga rata-rata GKP secara nasional sebesar Rp10.330/kg, turun 1,08 persen dibanding harga rata-rata April 2010 yang mencapai Rp10.443/kg.

Harga tersebut lebih rendah 8,6 persen dibandingkan harga tertinggi rata-rata nasional yang terjadi pada Januari 2010 sebesar Rp11.302/kg.

Namun demikian, manurut Subagyo, hingga saat ini masih ada kota-kota, khususnya di Indonesia Timur, yang harga eceran GKP di atas harga rata-rata nasional.

Dia mencontohkan di Ambon, Ternate, Jayapura harga eceran GKP mencapai Rp12.000/kg, bahkan di Manokwari berkisar Rp14.000/kg.

Dengan masuknya GKP impor sebanyak 446 ribu ton, tambahnya, maka kebutuhan hingga bulan Mei 2010 atau awal musim giling masih cukup aman, terlebih lagi gula impor saat ini sudah tiba di daerah-daerah tujuan.

"Untuk stabilisasi harga di daerah-daerah tersebut, Kementerian Perdagangan akan melakukan pasar murah bekerjasama dengan produsen maupun importir terbatas," katanya.

Pada kesempatan itu, Dirjen juga mengharapkan agar Bulog ke depan dapat berperan dalam pengelolaan komoditas pangan strategis selain beras yang selama ini telah ditanganinya, yakni gula, kedelai dan minyak goreng.

(T.S025/M012/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010