Hitungan 2016-2019, kita sudah terkontribusi reduksi sekitar 301 juta ton setara CO2 emisinya, itu memang cukup signifikan
Jakarta (ANTARA) - Intervensi yang dilakukan Badan Restorasi Gambut (BRG) dalam bentuk restorasi lahan gambut di tujuh provinsi berhasil mereduksi sekitar 53,7 juta ton setara CO2 (GtCO2e), kata Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan BRG Haris Gunawan.

"Hitungan 2016-2019, kita sudah terkontribusi reduksi sekitar 301 juta ton setara CO2 emisinya, itu memang cukup signifikan," katanya ketika ditemui di sela-sela acara Gelaran Hasil Riset dan Pengembangan BRG 2020 yang diadakan di Jakarta pada Kamis.

Hitungan itu baru berasal dari tujuh provinsi di mana BRG melakukan operasinya yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua.

Namun, jika dihitung dari area yang memang menjadi target restorasi gambut seluas sekitar 900.000 ribu hektare maka terdapat sekitar 53,7 juta ton setara CO2.

Hitungan itu sendiri masih merupakan dugaan secara umum dengan proses penghitungan secara rinci untuk melihat reduksi gas rumah kaca (GRK) dari operasi intervensi 3R (rewetting, revegetation, dan revitalization) yang sudah dilakukan BRG, masih berjalan saat ini.

"Kalau nanti dirincikan tentang dampak implementasi dari intervensi BRG 3R diasumsikan atau diduga sekita 53,7 juta ton. Ini perlu perincian kembali," katanya.

BRG adalah badan yang dibentuk Presiden Joko Widodo pada 2016 untuk mempercepat pemulihan dan pengembalian fungsi hidrologis gambut yang rusak akibat kebakaran hutan dan lahan serta pengeringan.

Badan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden itu ditargetkan melakukan restorasi gambut di lahan seluas 2,49 juta ha sampai dengan akhir 2020. Dari luas tersebut 900.000 ha berada di lahan publik dengan sisa lahannya berada di bawah izin perusahaan.

Baca juga: 70 pakar berbagai negara cari solusi soal gambut

Baca juga: BRG buka akses hasil riset gambut untuk publik

Baca juga: Kementan sebut food estate tetap jaga kelestarian lahan gambut

Baca juga: KLHK: Pemulihan area gambut syarat utama pengembangan program pangan

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020