Jakarta (ANTARA News) - Tim penuntut umum pada KPK mengungkap kaitan antara peran Anggodo Widjojo dan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri dalam kasus yang menjerat pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Martha Hamzah.

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan terhadap Anggodo Widjojo yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa.

Dakwaan itu mengungkap bahwa Badan Reserse Kriminal Mabes Polri adalah salah satu tempat yang digunakan Anggodo untuk mengatur kronologi kasus hukum yang menjerat Bibit dan Chandra.

Tim penuntut umum menguraikan bahwa Anggodo telah meminta seorang bernama Ari Muladi untuk memberikan keterangan kepada penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri sesuai dengan kronologi yang telah dibuat atas permintaan Anggodo.

"Ari Muladi memenuhinya dengan memberikan keterangan kepada penyidik Bareskrim Mabes Polri, yang pada pokoknya bahwa Ari Muladi telah menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK melalui Ade Rahardja selaku pejabat KPK," kata penuntut umum Edy Hartoyo saat membacakan surat dakwaan di hadapan majelis hakim.

Kronologi itu sendiri, menurut tim penuntut umum, dibuat oleh Anggodo bersama Ari Muladi dan Presiden Direktur PT Masaro Radiokom, Putranevo Alexander Prayugo, di Apartemen Sudirman, Jakarta Selatan pada 15 Juli 2009.

Kronologi itu pada pokoknya menjelaskan bahwa pimpinan KPK telah menerima uang senilai Rp5,1 miliar secara langsung dari Ari Muladi.

Tim penuntut umum menyatakan Anggodo meminta Ari Muladi menandatangani kronologi itu dan meminta Putranevo untuk melagalisirnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan kantor pos.

Namun, pada akhirnya, Ari Muladi menyangkal telah menyerahkan uang secara langsung kepada pejabat KPK. Ari mengaku menyerahkan uang itu melalui seseorang bernama Yulianto.

Setelah mengetahui sangkalan tersebut, menurut tim penuntut umum, Anggodo kemudian meminta Ari untuk kembali pada keterangan awal.

"Terdakwa menjanjikan akan mengeluarkan Ari Muladi dari tahanan Mabes Polri, tapi Ari Muladi menolak permintaan tersebut," kata penuntut umun Edy Hartoyo.

Kaitan antara Anggodo dan penyidik Mabes Polri itu juga terungkap saat Makamah Konstitusi memutar rekaman hasil sadapan KPK. Dalam rekaman itu terungkap Anggodo berbicara dengan penyidik Mabes Polri yang sedang memeriksa Ari Muladi.

Sementara itu, baru-baru ini Mabes Polri berniat menarik empat orang perwira Polri yang ditugaskan di KPK. Sebagian dari penyidik yang akan ditarik itu intensif mengungkap kasus Anggodo secara menyeluruh.

Kaitan antara Anggodo dan Mabes Polri itu adalah sebagian dari dakwaan upaya menghalangi kinerja KPK.

Dalam dakwaannya, tim penuntut umum KPK juga menyatakan Anggodo berusaha menghalangi pemeriksaan beberapa orang dalam kasus Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) yang sedang ditangani KPK.

Hal itu antara lain dilakukan dengan berusaha menyuap pejabat KPK dan meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Dakwaan tim penuntut umum juga mengungkap dugaan keterlibatan pengacara Anggodo, Bonaran Situmeang.

Tim penuntut umum menguraikan Anggodo meminta Bonaran untuk mempengaruhi Ari Muladi agar kembali ke keterangan awal, yaitu memberikan uang kepada pimpinan KPK.

"Raja Bonaran Situmeang menawarkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Sugeng Teguh Santoso selaku penasihat hukum Ari Muladi," kata penuntut umum Edy Hartoyo.

Edy menjelaskan, pemberian uang itu bertujuan untuk mengubah keterangan Ari Muladi.

Menanggapi hal itu, Bonaran membantah menawarkan Rp1 miliar. Dia justru mengatakan, pihak Ari Muladi dan Sugeng yang meminta Rp3 miliar.

Bonaran juga menegaskan dia tidak akan mencabut statusnya sebagai pengacara Anggodo dan akan tetap mendampingi Anggodo dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
(T.F008/H-KWR/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010