Bangkok (ANTARA News/AFP) - Aksi kekerasan yang terus mencengkram jantung kota Bangkok, Sabtu, menambah daftar korban yang tewas.

Setidaknya ada delapan orang korban baru dalam insiden kekerasan yang pecah pada akhir pekan di tengah tekad perdana menteri untuk tidak mundur dan ancaman angkatan darat menumpas ribuan demonstran.

Pertempuran-pertempuran jalanan antara tentara dan kelompok demonstran "berkaos Merah" yang anti-pemerintahan PM Abhisit Vejjajiva dalam dua hari ini telah menewaskan sedikitnya 24 orang.

Semua korban tewas dalam insiden kekerasan yang melukai 187 orang itu adalah warga sipil.

Militer Thailand pun menetapkan satu daerah di kota Bangkok sebagai "zona tembak mati" dalam upayanya mengambil alih kendali.

Gambaran perang kota mewarnai daerah-daerah pinggiran selatan dan utara Bangkok yang menjadi kantong kekuatan demonstran "Kaos Merah" yang pro-mantan PM Thaksin Shinawatra setelah tentara menguasai wilayah itu Kamis lalu.

Penyelenggaraan Pemilu awal yang semula direncanakan dibatalkan PM Abhisit Vejjajiva pekan lalu akibat kubu demonstran anti-pemerintah menolak mundur.

Vejjajiva mengingatkan bahwa pemerintah "tidak bisa berbalik" dalam situasi bertahan dua bulan ini.

Personil tentara yang diterjunkan ke jalan-jalan kota Bangkok melepaskan tembakan ke arah para demonstran yang beberapa di antaranya dilengkapi bom molotov.

Asap hitam dari ban-ban yang dibakar para pendukung "Kaos Merah" juga mengepul ke udara.

Menurut seorang fotografer AFP, tiga jenazah korban tampak terbaring di atas tanah di daerah yang dilengkapi papan peringatan militer bertuliskan "pemakaian peluru tajam" dalam penumpasan.

Sejak kelompok "Kaos Merah" menggelar aksi 12 Maret lalu, Kementerian Layanan Darurat dan Kesehatan Thailand mencatat jumlah korban tewas sudah mencapai setidaknya 50 orang tewas. Sebanyak 1.600 orang lainnya terluka dalam berbagai insiden kekerasan.

Pemimpin kelompok "Kaos Merah", Jatuporn Prompan, menyebut "situasi saat ini hampir seperti perang sipil penuh. Saya tak tahu kapan konflik ini berakhir".

Para demonstran anti-pemerintah mengarahkan ban-ban mobil yang mereka bakar ke para tentara.

Dalam aksinya, mereka juga meluncurkan kembang-kembang api ke arah helikopter yang terbang di atas angkasa kota Bangkok.

Juru Bicara Angkatan Darat Thailand Sunsern Kaewkumnerd mengingatkan rencana tentara menyerang Ratchaprasong, daerah yang menjadi kantong utama para demonstran kecuali kalau mereka bubar. ;

Namun dia tidak memberi tanggal pasti pelaksanaan aksi tentara itu karena tanpa perencanaan matang, dikhawatirkan akan jatuh lebih banyak korban.

Sudah dua bulan ribuan orang demonstran berkaos Merah mengubah satu wilayah luas kota Bangkok bak negara dalam negara. Aksi mereka ini mempengaruhi bisnis ritel, perhotelan, dan kehidupan sehari-hari warga kota Bangkok berpenduduk 12 juta jiwa itu.

Selaku ketua Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), Vietnam telah meminta semua pihak agar "menahan diri dari aksi kekerasan dan mencari upaya perundingan damai".

Pemerintah Amerika Serikat yang menutup kantor kedutaan besarnya sejak Kamis lalu telah mengeluarkan larangan bepergian ke Bangkok.

Gedung Putih juga telah mengizinkan pengevakuasian para staf Kedubes yang tak perlu beserta keluarga mereka keluar Thailand.

Di pusat bisnis dan wisata Silom yang letaknya dekat dengan pusat aksi unjuk rasa, dua orang pria tertembak dan menderita luka serius.

Insiden penembakan itu terjadi setelah sekitar 30 orang demonstran, satu di antaranya dilengkapi pistol, bentrok dengan pasukan keamanan.

Para anggota "Kaos Merah" melawan penembakan aparat keamanan dengan lemparan batu dan bom Molotov.

Seorang juru bicara pemerintah mengatakan, beberapa granat M-79 dilemparkan para pengunjuk rasa ke arah aparat keamanan yang bertugas di sejumlah tempat Jumat malam. Ledakan granat juga terdengar hari Sabtu.

Stabilitas politik Thailand terus terganggu sejak mantan PM Thaksin Shinawatra digulingkan dalam sebuah Kudeta tak berdarah tahun 2006.

Rakyat Thailand terbelah di antara kalangan elit perkotaan dan miskin pedesaan.

Kelompok "Kaos Merah" yang umumnya didukung warga miskin dan kelas pekerja Thailand itu menuduh pemerintah yang berkuasa "elitis dan tidak demokratis".

Menurut kubu anti-pemerintah ini, Pemilu parlemen tahun 2008 yang digelar setelah pengadilan mendepak seluruh faksi Thaksin yang terpilih telah melapangkan jalan mereka yang kini berkuasa.

Sebanyak 27 demonstran yang ditangkap aparat keamanan Jumat dijatuhi hukuman enam bulan penjara oleh pengadilan Thailand.

Seorang fotografer Harian "The Nation" terluka serius di kakinya akibat terjangan peluru tajam saat meliput bentrokan hari Sabtu.

Nasib buruk yang menimpa pewarta Harian "The Nation" itu semakin menunjukkan ancaman bahaya bagi para pekerja media di Bangkok.

Fotografer suratkabar bergengsi Thailand itu tercatat sebagai pewarta ke-empat yang tertembak dan terluka dalam dua hari terakhir.

Bulan lalu, seorang juru kamera asal Jepang tewas saat mengabadikan momen aksi kerusuhan di Bangkok.

Pada Kamis malam, Jenderal Khattiya Sawasdipol yang membelot juga menjadi korban penembakan di dekat lokasi unjuk rasa.

Tokoh militer yang menjadi pendukung utama kelompok "Kaos Merah" ini mengalami luka tembak di kepalanya. Kondisi Khattiya Sawasdipol sedikit membaik hari Sabtu namun, menurut Direktur Rumah Sakit Vachira, Chaiwan Chroenchokethavee, ia masih dalam kondisi kritis.

Para pemimpin kubu "Kaos Merah" sudah meminta Raja Bhumibol Adulyadej (82) yang sejak September 2009 dirawat di rumah sakit agar membantu penyelesaian konflik politik berkepanjangan ini.

Namun raja yang dipandang rakyat Thailand sebagai tokoh pemersatu itu enggan menanggapi langsung krisis yang kini membelit negaranya. (R013/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010