Kudus (ANTARA News) - Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, segera membuka layananan klinik Konseling dan Tes Sukarela (Voluntary Counseling Test/VCT) HIV/AIDS menyusul tersedianya sejumlah peralatan penunjang untuk pemeriksaan dan petugas yang tergabung dalam tim klinik itu.

"Selain tersedia tim dan peralatan, `reagent` HIV juga tersedia, sehingga dalam waktu dekat layanan VCT HIV/AIDS akan dibuka. Saat ini kami hanya menunggu prosedur tetap dari komite medik dan penentuan ruangannya," kata Direktur RSUD Kudus, Syakib Arsyalan, di Kudus, Selasa.

Sebelumnya, katanya, sejumlah tenaga medis yang ada dipersiapkan secara matang dengan diikutkan dalam pelatihan VCT.

"Setidaknya mereka juga memiliki bekal di bidang konseling dan mengetahui penatalaksanaan pasien dengan gejala HIV," katanya.

Pelatihan tersebut juga menyangkut kesiapsiagaan rumah sakit sebagai tempat rujukan pasien dengan dugaan penderita HIV/AIDS.

Sebelum mendirikan klinik VCT, katanya, RSUD Kudus sudah siap menerima pasien rujukan yang diduga HIV/AIDS.

Tarif layanan klinik VCT, katanya, gratis.

"Kalaupun ada biaya yang harus dikeluarkan pasien hanya saat pendaftaran di poli," katanya.

Setelah ditetapkan lokasi ruangan dan prosedur tetapnya, pihak rumah sakit akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu sebelum klinik tersebut dibuka untuk umum.

Kepala Seksi Penunjang Nonmedis RSUD Kudus, Dyah Tjitrawati, mengatakan, jumlah konselor sebanyak delapan orang.

Tim klinik VCT, katanya, melibatkan seluruh dokter mengingat indikasi penderita HIV/AIDS bermacam-macam.

Selain persiapan sumber daya manusia, katanya, prosedur tetap yang dirancang komite medis juga dalam proses penyelesaian.

"Prosedur tetap ini untuk mengatur tentang pelaksanaan klinik VCT. Termasuk soal kewenangan untuk setiap manajer kasus seperti LSM kewenangannya ada di luar, sedangkan kami sebagai manajer kasus pada lingkup rumah sakit," katanya.

Apabila ada pasien HIV yang datang ke rumah sakit, katanya, harus diberitahukan kepada para konselor.

"Nantinya akan didampingi agar bisa mendapatkan `informed concern` yang akan digunakan untuk pemeriksaan," katanya.

Selanjutnya pihak keluarga pasien akan mendapatkan pemberitahuan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian mengingat persepsi dan stigma negatif penderita HIV di masyarakat masih berkembang.

"Kami berharap stigma tersebut tidak terjadi pada keluarga korban," katanya. (AN/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010