Oslo (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, industri kelapa sawit Indonesia tidak akan mengancam kesepakatan konservasi hutan Indonesia-Norwegia melalui mekanisme REDD+ karena pemerintah memiliki kebijakan tersendiri untuk menyelaraskan kedua hal itu.

Hal itu dikemukakan oleh Presiden Yudhoyono dalam konferensi pers seusai pembukaan Konferensi Iklim dan Kehutanan di Holmenkollen Park Hotel Rica, Oslo, Norwegia, Kamis.

REDD+ merupakan program, di mana negara berkembang yang memiliki hutan melakukan langkah konservasi hutan dan di sisi lain negara maju memberikan insentif berupa dana untuk membantu negara berkembang tersebut

"Kita sudah punya rencana sendiri untuk memenuhi bagian kami dalam kerjasama Indonesia dan Norwegia ini, dalam mengurangi emisi kami dari deforestasi dan degradasi hutan," katanya.

Presiden menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen jika keberlanjutan industri kelapa sawit tidak akan mencakup kawasan hutan yang dilindungi.

Indonesia, kata Presiden, tidak akan menghentikan produksi kelapa sawit, namun tidak juga membabi buta membuka hutan baru untuk itu.

Kepala Negara menjelaskan bahwa Indonesia memiliki kebijakan untuk menggunakan lahan terdegradasi guna kelanjutan dari industri minyak kelapa sawit.

"Kami akan mengontrol kelanjutan dari usaha dan industri itu, sehingga tidak akan mengganggu hutan yang harus dilindungi. Jadi saya dengan senang hati mengumumkan bahwa kami memiliki banyak lahan yang disebut lahan terdegradasi yang bisa digunakan untuk usaha pertanian kami, termasuk industri dan perkebunan kelapa sawit," katanya.

Lebih lanjut Kepala Negara menekankan, Indonesia telah mengidentifikasi secara spesifik apa yang menjadi kewajiban Indonesia dalam kesepakatan konservasi hutan dengan Norwegia itu, antara lain moratorium ijin lahan gambut, menghindari penggundulan hutan, dan mencegah kebakaran hutan.

Ia juga mengatakan, untuk melaksanakan kesepakatan kerja sama konservasi hutan dengan Norwegia, pemerintah pusat akan melibatkan seluruh elemen yang ada, baik pemerintah daerah maupun komunitas lokal.

Pada Rabu (26/5) Pemerintah Indonesia dan Norwegia menyepakati "Letter of Intent" senilai 1 miliar dolar AS untuk kerja sama pengurangan emisi karbon dari penggundulan dan kerusakan hutan.

Dalam kesepakatan itu disebutkan bahwa Indonesia akan menjaga hutannya dalam luasan tertentu sesuai dengan perhitungan yang ada.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan yang turut serta mendampingi Presiden dalam konferensi itu mengatakan bahwa sesuai LoI dengan Norwegia itu memang kawasan tertentu yang telah disepakati tidak boleh dialihfungsikan menjadi daerah pertanian atau yang lainnya.

Ia menjelaskan bahwa untuk kebutuhan pertanian Indonesia akan mengutamakan lahan-lahan yang terlantar. Ia mengatakan ada sekitar 6,7 juta hektar lahan kritis yang dapat dimanfaatkan.

Terkait dengan keterlibatan pemerintah daerah, Gubernur Riau Rusli Zainal, satu dari tiga gubernur yang turut serta dalam kunjungan kerja Presiden ke Norwegia mengatakan, komitmen Riau pada pelestarian alam. Ia menjelaskan mengenai kawasan-kawasan khusus di Riau yang telah menjadi hutan konservasi.(*)
(T.G003/R009)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010