Oslo (ANTARA News) - Konferensi Iklim dan Kehutanan 2010 ditutup dengan mengadopsi sebuah kerangka kerja tidak mengikat Kemitraan REDD+ sebagai salah satu upaya untuk menyelamatkan hutan hujan tropis.

Adopsi kerangka kerja Kemitraan REDD+ atau mekanisme pengurangan emisi karbon akibat penggundulan dan perusakan hutan itu dilakukan oleh 58 negara peserta konferensi satu hari yang diselenggarakan di Holmenkollen Park Hotel Rica, Oslo, Norwegia, Kamis waktu setempat tersebut.

Kelima puluh delapan negara itu adalah Angola, Argentina, Australia, Belgia, Brasil, Burundi, Kamboja, Kamerun, Kanada, Republik Afrika Tengah, China, Kolombia, Chad, Kosta Rica, Republik Demokratik Kongo, Republik Republik Demokratik Equatorial Guinea, Denmark, Republik Dominika, Finlandia, Perancis, Gabon, Jerman, Ghana, Guyana, India, Indonesia, Italia, Jepang, Kenya, Laos, Malaysia, Mali dan Meksiko.

Selanjutnya Nepal, Belanda, Nigeria, Norwegia, Panama, Papua Nugini, Peru, Filipina, Republik Kongo, Rusia, Rwanda, Republik Demokratik Sao Tome and Principe, Singapura, Slovenia, Afrika Selatan, Korea Selatan, Spanyol, Swedia, Swis, Thailand, Togo, Uganda, Inggris, Amerika Serikat, dan Vietnam.

Kemitraan REDD+ bersifat sukarela dan terbuka bagi setiap negara yang ingin berpartisipasi menyelamatkan bumi dari kerusakan alam.

Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang membuka konferensi tersebut bersama dengan PM Norwegia Jens Stoltenberg, mekanisme REDD+ merupakan terobosan antara negara maju dan negara berkembang untuk bekerjasama di bidang kehutanan dan perubahan iklim sebelum nantinya UNFCCC menghasilkan sesuatu yang lebih kongkret.

Hal itu merupakan kelanjutan dari COP 15 yang dilaksanakan di Kopenhagen, Denmark, penghujung 2009, dimana salah satu dokumen yang diakui ada 1 pasal tentang pengelolaan hutan.

"Pasal itu disamping mewajibkan negara-negara yang memiliki hutan hujan tropis untuk melakukan pengelolaan, juga secara eksplisit dikatakan ada insentif yang diberikan kepada negara-negara yang melakukan pengelolaan hutan lestari itu," kata Yudhoyono.

Kerangka kerja Kemitraan REDD+ itu mencapai momentumnya dalam pertemuan tingkat menteri di Paris, Maret 2010, yang merekomendasikan adopsi kerangka kerja itu dalam Konferensi Iklim dan Kehutanan di Oslo.

Dalam konferensi itu juga hadir tujuh kepala pemerintahan untuk menyampaikan sikap atau pernyataan nasionalnya terkait mekanisme REDD+.

Ketujuh kepala pemerintahan itu, menurut Direktur Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri Retno LP Marsudi, adalah Presiden Yudhoyono, Presiden Republik Kongo Denis Sassou Nguesso, Presiden Republik Gabon Ali Bongo Ondimba, Perdana Menteri Denmark Lars Lokke Rasmussen, Perdana Menteri Kenya Raila Odinga, Perdana Menteri Papua Nugini Michael T Somare dan Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg. (Ant/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010