Bogor (ANTARA News) - Organisasi kegawatdaruratan kesehatan, Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia, tengah mencari kebenaran informasi mengenai kabar tewasnya dua relawan saat mencoba menembus jalur Gaza di Palestina.

"Kami belum memerinci, dan sedang mengupayakan mendapat informasi apakah dua orang relawan yang syahid dari MER-C Indonesia ataukah relawan dari negara lain karena misi ini diikuti hampir 50 negara," kata Ketua Presidium MER-C Indonesia dr. Sarbini Abdul Murad saat dihubungi ANTARA, Senin siang.

Hanya saja, kata dia, info penting yang sudah terkonfirmasi, sekurangnya dua orang mati syahid dalam misi itu dan 30 orang lainnya mengalami luka-luka dalam misi kemanusiaan "Flotilla to Gaza".

Kapal "Mavi Marmara" yang membawa bantuan dalam misi kemanusiaan ke Jalur Gaza, Palestina, pada Senin sekitar pukul 04.00 waktu setempat diserang oleh pasukan para komando marinir Israel yang melepaskan tembakan.

Namun, kantor berita transnasional dengan mengutip televisi dan stasiun-stasiun radio Israel menyebutkan paling tidak 10 orang tewas ketika pasukan Israel menyerbu sebuah kapal yang membawa para aktivis pro Palestina.

Sementara itu, Radio militer Israel memberitakan antara 10 dan 14 orang tewas dalam bentrokan yang terjadi setelah para penumpang berusaha merebut senjata-sejata para personel angkatan laut yang berusaha menyerang salah satu dari kapal-kapal itu.

Tidak jelas apakah bentrokan itu terjadi di satu dari enam kapal yang merupakan konvoi bantuan itu. Militer Israel tidak segera memberikan komentar tentang insiden itu.

Setelah kejadian itu, milter Israel memerintahkan pemblokiran semua informasi menyangkut korban tewas atau cedera dalam serangan terhadap kapal tersebut.

Hingga kini, menurut Sarbini, pihakya belum bisa terhubung dengan relawan mereka setelah pasukan Israel menyerang dengan menerjunkan pasukan ke kapal.

"Serangan dilakukan lebih kurang pukul 04.00 dini hari waktu setempat, dan masih di teritorial internasional, tepatnya di Laut Arab atau lebih kurang 5 kilometer lagi mencapai Jalur Gaza," katanya.

Gerakan "Flotilla to Gaza" adalah salah satu gerakan protes kemanusiaan terbesar sepanjang sejarah. Sejumlah tokoh, pegiat hak aasasi manusia (HAM) dan relawan dari berbagai negara dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) tergabung dalam gerakan kemanusiaan untuk menghentikan blokade Gaza.

Insani Yardim Vakfi (IHH), salah satu organisasi HAM dan kemanusiaan terbesar di Turki yang bermarkas di Istanbul menjadi penggagas utama "Flotilla to Gaza".

Sekjen United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees (UNRWA) John Ging menyatakan bahwa "Flotilla to Gaza" 2010 adalah sebuah aksi yang terdapat di dalamnya sebuah kesadaran akan tanggung jawab yang sudah seharusnya diemban oleh komunitas internasional dalam rangka menentang blokade ilegal Israel terhadap Gaza.

John Ging juga menyerukan kepada semua pihak untuk sedapat mugkin mendukung dan ikut serta berpartisipasi dalam gerakan tersebut.

Organisasi-organisasi yang mengikutsertakan kapalnya adalah IHH Turki, ECESG (European Campaign to End the Siege of Gaza), FGM (Free Gaza Movement), Ship to Gaza Greece, Ship to Gaza Sweden, dan International Committee to Lift the Siege on Gaza.

Sementara itu, sebelum kasus penyerangan Israel itu, Ketua IHH Turki Bulent Yildirim menyatakan konvoi kapal tidak gentar dengan ancaman dan gertakan pihak Israel yang akan menghadang semua kapal yang memasuki perairan Gaza.

"Peserta pelayaran ini sangat paham apa yang akan mereka lakukan, dan tidak melanggar hukum apa pun," katanya.

Ia menyebutkan bahwa batas laut tiap negara adalah 12 mil. Hal ini tentunya berlaku untuk Israel.

Gerakan "Flotilla to Gaza" itu akan berlayar 80 mil di luar garis pantai Israel. "Jika Isreal melakukan sesuatu untuk menggagalkan konvoi ini, negara itulah yang melanggar hukum laut internasional," katanya menandaskan.

Warga Indonesia yang ikut dalam misi itu adalah empat relawan MER-C dan satu kamerawan televisi, yakni Ketua Tim Nur Fitri Moeslim Taher (Upi) bersama dr. Arief Rahman, tenaga mekanik Nur Ikhwan Abadi, tenaga nonmedis Abdillah Onim yang akan ikut mendirikan rumah sakit di Gaza, serta wartawan TVOne M. Yasin.

Selain kelima warga negara Indonesia itu, masih ada sejumlah WNI lain yang ikut misi kemanusiaan di Kapal Mavi Marmara, antara lain dari KISPA dan Sahabat Al Aqsa.

Dinamis

Menurut Sarbini Abdul Murad, sejak awal perkembangan terakhir yang selalu diterima dari IHH terkait dengan misi itu selalu dinamis, seiring dengan ancaman-ancaman Israel yang menyertai perjalanan misi itu.

Israel dikabarkan akan memaksa misi kemanusiaan tersebut mendarat di Ashdod, sebuah kota pelabuhan yang hanya berjarak 25 km dari Tel Aviv, ibu kota Israel.

"Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah bertemu tujuh menteri senior terkait `Flotilla to Gaza`. Hasil keputusan, Israel akan memaksa `Flotilla` untuk mendarat di Ashdod dan menurunkan muatan untuk diserahkan kepada Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)," katanya mengutip Ketua Tim relawan MER-C Indonesia Nur Fitri Moeslim Taher melalui pesan singkat yang dikirimkan dari Pelabuhan Antalya, Turki.

"Keputusan Netanyahu (yang akan memaksa menurunkan bantuan) itu memang sengaja dilakukan Israel yang mengambil langkah yang paling sedikit risikonya ketimbang jika menembak dan memenjarakan para relawan," katanya akhir pekan lalu.

"Namun, situasi itu bisa berubah sewaktu-waktu. Kita doakan para relawan bisa sukses dan selamat," kata Sarbini yang pada akhir tahun 2008 sampai awal 2009 juga ikut dalam misi bantuan kemanusiaan kepada rakyat Palestina yang saat itu dipimpin Kepala Pusat Pengendalian Krisis (PPK) Kementerian Kesehatan dr. Rustam S. Pakaya, M.P.H. dan Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Aidil Chandra Salim.

Menurut dia, dengan kejadian serangan brutal tentara zionis Israel itu telah membuktikan bahwa negara yang mencaplok wilayah Palestina itu memang tidak mematuhi hukum-hukum internasional.

(A035/B/D007/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010