Jakarta (ANTARA) - Musim lalu Aston Villa hampir terdegradasi dari Liga Premier dan menuntaskan musim dengan selisih cuma satu poin di atas Bournemouth yang bersama Watford dan Norwich City terlempar ke divisi dua Liga Championship.

Musim lalu Villa total mencatat 9 kemenangan, 20 kekalahan dan 10 seri. Tetapi selama separuh musim ini Villa menempati urutan ketujuh dan hampir menyamai total kemenangan musim lalu.

Dari 15 pertandingan yang sudah dijalani musim ini ketika kebanyakan tim-tim lain Liga Premier sudah memainkan 16 atau 17 laga, Villa sudah membukukan 8 kemenangan, 2 seri dan 5 kekalahan.

Seketika itu pula Villa berubah menjadi salah satu tim yang berpotensi menuntaskan musim di zona Liga Champions dan atau Liga Europa.

Baca juga: Bos Aston Villa sanjung tinggi-tinggi pemainnya

Nasib baik yang dialami Villa ini berbeda 180 derajat dengan Sheffield United.

Musim lalu, Sheffield menjadi tim promosi penuh kejutan yang mampu menaklukkan siapa pun.

Finis pada urutan ke-9 yang merupakan tertinggi sejak 1992, Sheffield hanya berselisih lima poin dari peringkat keenam Tottenham Hotspur setelah mencatat 14 kali menang, 12 kali seri, dan 12 kali kalah.

Tetapi dari 17 pertandingan yang sudah dijalaninya musim ini, Sheffield belum satu kali pun menang. Sebaliknya mereka 15 kali kalah yang terakhir diderita dari laga pertamanya pada 2021 ketika ditaklukkan 0-2 oleh Crystal Palace, 2 Januari.


Aston Villa lebih beringas

Salah satu faktor besar yang mentransformasi Villa musim ini adalah langkah pelatih Dean Smith dalam menyeimbangkan pertahanan dan serangan yang terlihat timpang musim lalu.

Kini mereka tak saja menjadi tim yang agresif menyerang, namun juga piawai dalam menjaga teritori belakangnya.

Tidak heran klub ini pun menjadi tim yang kebobolan paling sedikit di Liga Inggris musim ini setelah Manchester City dan Tottenham, padahal musim lalu menjadi tim kedua yang kebobolan paling banyak.

Baca juga: Villa telan Palace 3-0 meski bermain dengan 10 orang
Baca juga: Klasemen Liga Inggris setelah "tim terbaik" terdepak dari empat besar


Ketangguhan duo pertahanan Ezri Konsa dan Tyrone Mings menjadi kunci yang memperbesar kepercayaan diri tim untuk lebih agresif menekan lawan sampai kemudian mereka bisa menggasak juara bertahan Liverpool dengan skor besar 7-2 yang sekaligus membuat Villa satu-satunya tim Liga Premier yang mengalahkan Liverpool musim ini.

Smith mengaku ingin menjiplak keberhasilan Leicester City saat menjuarai liga atau sukses Wolverhampton Wanderers masuk kancah Eropa.

Jika melihat performanya sejauh ini, bukan mustahil Villa bisa mewujudkan impian memainkan lagi sepak bola kontinental setelah absen di Eropa sejak musim 2010-2011.

Sukses Villa juga disokong kebijakan transfer yang tepat musim panas lalu ketika September tahun silam mereka membeli lima pemain yang seketika mengubah klub ini menjadi kekuatan yang beringas nan mematikan.

Baca juga: Debut Allardyce tangani West Brom berujung kekalahan telak lawan Villa

Kelima pemain itu adalah striker Ollie Watkins dari Brentford, kiper Emiliano Martinez dari Arsenal, bek kanan Matty Cash dari Nottingham Forest, penyerang Bertrand Traore dari Lyon, dan pemain pinjaman Ross Barkley oleh Chelsea.

Watkins menstransformasi barisan depan Villa lewat kemampuannya dalam membuka pertahanan lawan, sedangkan kiper Emi Martinez membuat pertahanan Villa mendadak kokoh sehingga mendorong tim tampil lebih percaya diri ketimbang 2019-2020 sampai-sampai duo bek Mings dan Konsa menjadi lebih berani maju membantu serangan.

Sementara itu bek kanan Matty Cash membuat Jack Grealish kian leluasa beroperasi di sektor kanan dan masuknya gelandang serang Ross Barkley membuat serangan Villa mendapatkan dimensi ekstra.

Bertrand Traore yang menyamakan kedudukan saat tertinggal 0-1 melawan Manchester United dalam pertandingan pertama mereka di 2021 juga menambah maut tim serang Villa yang sudah memiliki Anwar El Ghazi.

Kehadiran kelima pemain kian menajamkan sengatan trio mengerikan Jack Grealish, Scott McGinn, dan Douglas Luiz yang sekelas dengan trio Riyad Mahrez, N'Golo Kante dan Jamie Vardy yang menjadi kunci Leicester menjuarai liga musim 2015-2016.

Kualitas Grealish disebut sekelas dengan Eden Hazard sehingga tak heran Tottenham dan MU membidiknya pada 2019 dan 2020.

Sementara kemampuan Luiz dalam mengolah bola membuat Villa tangguh di lapangan tengah yang bukan saja menjadi sumbu saat membangun pertahanan tetapi juga awal mula serangan balik.

Kualifikasinya membuat Luiz dilirik Manchester City sebagai pengganti sempurna Fernandinho, sedangkan McGinn yang menyokong pergerakan di sepertiga akhir Villa pernah mendorong Sir Alex Ferguson meminta MU agar merekrut gelandang Skotlandia ini.



Sheffield United kian terpuruk

Sebaliknya Sheffield United makin terpuruk saja. Masalah gaji pemain disebut sebagai faktor besar di balik meredup drastisnya klub itu musim ini.

Tahun lalu The Blades menjadi tim yang memberikan rata-rata upah per pekan terendah di Liga Premier sebesar 9.000 pound (Rp174,9 juta). Ini tiga kali yang dikeluarkan Aston Villa yang memasang gaji rata-rata 25.000 pound (Rp485,8 juta) per pekan.

Manchester City masih menjadi tim yang paling tinggi menggaji pemainnya musim lalu dengan rata-rata 115.000 pound (Rp2,2 miliar) per pekan.

Baca juga: Manajer Sheffield United sadar tak bisa bersembunyi dari hasil buruk

Faktor dana ini membuat The Blades kalah bersaing dalam mendapatkan pemain-pemain incaran utamanya musim transfer lalu.

Mereka tak mampu menyaingi penawaran Villa untuk Ollie Watkins. Matty Cash juga lebih memilih Villa Park dari pada Bramal Lane, sedangkan pemain Wigan Athletic Antonee Robinson memilih merapat ke klub promosi Fulham ketimbang menerima pinangan Sheffield.

Sebaliknya, Sheffield keliru membeli pemain. Kiper Aaron Ramsdale yang dibeli 18 juta pound dan eks pemain Liverpool Rhian Brewster yang berharga 23 juta pound tak kunjung memberikan servis sesuai harganya. Demikian pula Ethan Ampadu dan Jayden Bogle.

Baca juga: Burnley pastikan Sheffield United tutup 2020 dengan kekalahan

Musim 2019-2020, Sheffield menjadi tim dengan pertahanan terbaik setelah Liverpool, Manchester City dan Manchester United.

Tapi kini menjadi empat tim yang paling banyak kebobolan dan hanya bisa memasukkan delapan gol sehingga serangan dan pertahanan tim ini sama buruknya.

Ketiadaan pemain-pemain yang menjadi kunci sukses The Blades musim lalu kian memperburuk nasib mereka musim ini.

Musim lalu, George Baldock, Chris Basham, Ollie Norwood dan Enda Stevens selalu menjadi starter, John Egan dan Dean Henderson hanya dua kali absen membela The Blades, sedangkan John Fleck, Jack O’Connell dan John Lundstram selalu menjadi andalan.

Semua pemain itu adalah andalan pelatih Chris Wilder yang mengangkat klub ini dari Liga Championship ke Liga Premier.

Baca juga: Bulan depan Sheffield United cari bala bantuan hindari degradasi

Kini Henderson sudah balik ke MU setelah dua musim dipinjamkan di South Yorkshire. O’Connell absen dalam sebagian besar musim ini karena cedera lutut.

Fleck, Stevens dan top skorer klub ini musim lalu, Lys Mousset, juga cedera, sedangkan Lundstram menampik kontrak baru karena ingin pindah musim panas nanti. Mosset sudah bermain lagi saat laga melawan Crystal Palace.

Absennya bek tengah Jack O’Connell memaksa Wilder menggeser Enda Stevens yang tangguh di bek kiri, ke tengah. Ini artinya Wilder mengatasi masalah dengan membuat masalah baru.

Semua itu merusak penampilan Sheffield musim ini yang memiliki skuad yang semakin ceking dan tak didukung oleh kemampuan dana.

Inilah yang membuat Villa dan Shefield terlihat bagai bumi dan langit musim ini. Nasib mereka berubah drastis. Yang satu menjadi lebih baik, sedangkan satunya lagi menjadi lebih buruk. Tetapi entah apa yang terjadi pada paruh kedua musim ini.

Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2021