Jakarta (ANTARA) - Tiga hari sekali tim-tim Liga Inggris bertanding satu sama lain dalam satu pekan. Beberapa tim, tentunya dalam keadaan luar biasa, kadang harus bertanding empat kali dengan tambahan entah pertandingan Piala FA, Piala Liga, Liga Europa, atau Liga Champions.

Situasi hampir sama terjadi di La Liga Spanyol, Bundesliga Jerman, Serie A Italia, dan liga-liga sepak bola lainnya di mana saja saat ini.

Kompetisi liga olahraga profesional lainnya juga begitu, termasuk tim-tim NBA yang harus bertanding dua hari sekali.

Tidak terbayangkan melelahkan, apalagi jika tempat tim-tim yang akan saling berhadapan letaknya berjauhan.

Tetapi yang mungkin lebih menjemukan adalah berapa kali atlet, pelatih, ofisial dan staf tim harus menjalani tes COVID-19 karena aturan kompetisi selama pandemi mengharuskan adanya tes sebelum kickoff.

Baca juga: Liga Premier sebar peringatan soal pelanggaran protokol kesehatan
Baca juga: Nuno Espirito khawatir dengan lonjakan COVID-19 di Liga Inggris


Tim-tim Liga Inggris misalnya, harus menjalani tes COVID-19 dua kali dalam satu pekan. Bahkan dengan tes sekerap itu pun masih saja atlet dan ofisial terpapar virus corona baru yang bernama resmi SARS-CoV-2 itu.

Sudah banyak pertandingan Liga Inggris yang harus dimundurkan akibat sebagian besar tim terpapar virus. Banyak tim yang harus bermain dengan skuad seadanya, salah satunya Manchester City, karena sebagian pemain mereka absen karena harus menjalani karantina mandiri akibat terjangkit COVID-19.

Pemain dan staf sudah diingatkan setiap waktu oleh klubnya agar setia kepada protokol kesehatan, di antaranya selalu mengenakan masker dan menjaga jarak saat bepergian selagi tidak bermain atau berlatih serta menjauhi kerumunan ketika harus berada di luar.

Tetapi atlet-atlet ini tidak hidup menyendiri karena banyak dari mereka yang berkeluarga, punya anak istri, punya sahabat, punya tetangga, selain menjadi bagian dari masyarakatnya.

Mereka bisa memastikan dirinya mematuhi protokol kesehatan, tetapi mereka tak bisa memastikan masyarakat sekitarnya mematuhi protokol kesehatan.

Dari titik itulah, COVID-19 bisa menyerang mereka. Apalagi di Inggris tengah berkembang varian baru SARS-CoV-2 yang lebih cepat menular.

Baca juga: Manchester City laporkan tiga kasus baru COVID-19
Baca juga: Catatkan 20 kasus baru COVID-19, Chelsea tutup akademi klub
Baca juga: Politisi usulkan kartu kuning untuk selebrasi gol tanpa jaga jarak



Varian baru

Kemunculan varian baru virus corona baru ini sudah tersiar lama sejak ilmuwan mengingatkan adanya varian yang mereka namai B.1.1.7.

Varian SARS-CoV-2 ini pertama kali menjadi perhatian ilmuwan di Inggris, Desember tahun lalu.

Mengutip laman majalah Science, varian ini jauh lebih menular karena bisa mengelabui sistem kekebalan tubuh manusia. Sifat baru dari varian ini membuat semakin banyak orang yang pernah terpapar COVID-19 bisa kembali terjangkit penyakit ini. Bahkan pada titik tertentu vaksin yang sudah ada pun harus diperbarui agar bisa melawan mutasi baru ini. Yang bilang begini adalah para ilmuwan kesehatan.

Varian baru ini sendiri membuat pemerintah Inggris belingsatan karena menjadi aktor di balik melonjaknya lagi kasus infeksi sehingga luka karena trauma gelombang pertama pun terbuka lagi.

Akhirnya pada 4 Januari 2021, Perdana Menteri Boris Johnson mengumumkan lockdown nasional baru di seluruh Inggris Raya, padahal negeri ini baru saja menjadi negara pertama di dunia yang meluncurkan program vaksinasi nasional dengan menggunakan vaksin buatan Universitas Oxford dan AstraZaneca.

Baca juga: Inggris kembali berlakukan 'lockdown', varian baru COVID-19 menggila
Baca juga: Manakala "lockdown" tak lagi hentikan Liga Inggris

"Rumah sakit-rumah sakit kita berada dalam tekanan yang lebih besar dibandingkan masa apa pun sejak awal pandemi ini," kata Johnson saat mengumumkan lockdown.

Namun berbeda dari lockdown pertama akhir Maret 2020, sejumlah liga olahraga termasuk Liga Premier pada lockdown Januari 2021 ini digolongkan ke dalam aktivitas esensial sehingga boleh dilanjutkan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dan aturan-aturan kompetisi selama pandemi.

Namun karena varian ini amat menular, aturan super ketat pun tidak bisa mencegah para pesepakbola tak terpapar yang sering terjadi karena setelah berinteraksi dengan orang lain di luar lapangan, bisa dari keluarga, tetangga, atau anggota masyarakat apa pun.

Varian baru ini juga sudah menyebar ke Eropa, bahkan menyeberang ke Amerika Serikat. Bahkan di Afrika Selatan sudah muncul varian yang juga lebih cepat menyebar. Menurut para ahli, termasuk pakar penyakit menular terkemuka Amerika Serikat dokter Anthony Fauci, varian baru ini tak lama lagi menyebar luas ke seluruh dunia.

Ada konsensus di antara pakar kesehatan bahwa varian baru ini belum tentu lebih maut dari virus corona sebelumnya. Tetapi karena lebih cepat menular, maka jumlah yang tertular pun semakin banyak yang pada akhirnya menaikkan angka kematian, sebagian karena rumah sakit sudah tak sanggup lagi menangani beban kasus infeksi yang terus menggunung.

"Inilah salah satu alasan utama yang kami khawatirkan," kata dokter Supriya Narasimhan, kepala penyakit menular Santa Clara Valley Medical Center di San Jose, California, mengenai varian sangat menular yang membuat jumlah yang tertular jauh lebih banyak dan luas.

Baca juga: Garuda Select terkena imbas kebijakan lockdown Pemerintah Inggris
Baca juga: PM Inggris sambut otorisasi vaksin sebagai kabar "luar biasa"



Pakai masker

Dokter Charles Bailey, direktur medis untuk pencegahan penyakit pada Providence St. Joseph Hospital dan Providence Mission Hospital di Orange County, California, menyebutkan bahwa dengan semakin banyaknya orang yang terjangkit COVID-19 maka memisahkan mereka yang belum terpapar dari yang sudah terpapar menjadi lebih sulit. Demikian pula saat melakukan penelusuran kontak.

Salah satu cara membendung penularan itu adalah tetap memakai formula yang selama ini dipraktikkan, yakni setia kepada protokol kesehatan, sampai kekebalan kelompok sudah tercipta maksimal. Bahkan sekalipun vaksin sudah ada, mengutip para pakar kesehatan dalam laman Health, gaya hidup sehat dengan rutin mencuci tangan, menjaga jarak dan mengenakan masker, tetap harus dipertahankan.

Untuk itu, salah satunya, masker harus terus dipakai karena menurut hasil penelitian Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), masker bisa mengurangi risiko terinfeksi virus corona baru sampai lebih dari 70 persen.

Baca juga: Hadiri pesta tanpa kenakan masker, NBA denda Kyrie Irving
Baca juga: KOI dan Satgas COVID-19 libatkan atlet kampanyekan masker


Selain merekomendasikan masker lebih dari dua atau tiga lapis dari bahan yang bisa dicuci kembali dan tidak menghambat pernafasan, CDC, sebagaimana juga otoritas kesehatan di Indonesia menyatakan masker harus menutup rapat-rapat hidung dan mulut serta terikat kencang menutup wajah. CDC tak merekomendasikan masker berlubang ventilasi untuk bernafas karena sama artinya memberi jalan bagi masuknya partikel virus.

Kewajiban memakai masker saat berada di luar rumah menjadi bagian penting dalam keberhasilan beberapa negara seperti Korea Selatan dalam membendung penyebaran COVID-19. Bahkan di beberapa negara, termasuk sebagian masyarakat Indonesia, mengenakan masker sudah menjadi bagian dari gaya hidup.

Ada baiknya Indonesia juga membuat massal atau menasionalkan kebiasaan itu karena bukti ilmiah dan empirik menunjukkan masker memang besar sekali manfaatnya.

Untuk itu tak berlebihan rasanya jika para gubernur, wali kota dan bupati bisa lebih aktif lagi dalam mengeluarkan keharusan mengenakan masker sampai tingkat RW dan RT sehingga semua warga mengenakan masker ketika berada di luar rumah, apalagi di tempat-tempat di mana kerumunan bisa terjadi seperti mal, pasar, toko dan tempat kerja.

Dengan aturan seperti itu, aparat, termasuk satpam, bisa mengingatkan atau bahkan mencegah orang yang tidak mengenakan masker agar tidak masuk pasar, toko, mal, gedung perkantoran, dan tempat mana saja yang bukan tempa pribadi, atau saat bertandang ke rumah tetangga. Mereka yang membandel harus dikenai sanksi. Kecuali ada kendala-kendala tertentu yang dikuatkan keterangan medis.

Jika masjid saja bisa memaksa jamaah untuk salat dengan menerapkan pedoman jaga jarak fisik dan mengenakan masker, mengapa tempat-tempat lain tidak bisa?

Baca juga: Cegah kena COVID-19 pakai dua masker, ide bagus atau buruk?
Baca juga: Epidimiolog: Penggunaan masker lebih efektif daripada vaksin
Baca juga: Penumpang Cathay dan Japan Airlines dapat "healthy kit"

Copyright © ANTARA 2021