Jakarta (ANTARA) - Kampung atau Desa Tangguh banyak bermunculan di tengah pandemi saat ini.

Kampung atau Desa Tangguh ada di hampir setiap kelurahan/desa di Indonesia termasuk di DKI Jakarta, tempat kasus virus corona 
(COVID-19)menempati peringkat tertinggi.

Hampir setiap sudut di Provinsi Jakarta terpampang "Anda Memasuki Zona Merah". Lantas disebut juga pada bagian bawahnya informasi mengenai Kampung Tangguh RT/RW, kelurahan dan kecamatan di zona tersebut.

Meski sudah banyak Kampung Tangguh yang berdiri, belum semua masyarakat paham mengenai kampung tersebut. Bahkan ada yang menyebut kalau Kampung Tangguh itu didirikan karena di lokasi itu penderita COVID-19 sudah demikian banyak sehingga perlu dikarantina.

Pedoman Kampung/Desa Tangguh sebenarnya sudah ada sejak lama dengan terbitnya Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Nomor 1 Tahun 2012. Dengan adanya pandemi COVID-19 yang berkepanjangan Kampung/Desa Tangguh ini kembali digencarkan.

Dengan hadirnya Kampung/Desa Tangguh ini diharapkan adanya kemandirian apabila terjadi bencana/wabah. Meski tidak semua kampung bisa mandiri karena sangat bergantung kepada sumber daya yang tersedia, termasuk tingkat pendidikan warga yang menghuni di dalamnya.

Tentunya akan lebih mudah mengarahkan masyarakat yang di dalamnya masih dalam satu komunitas yang homogen, misalnya, dari kalangan pegawai negeri. Berbeda apabila dalam kawasan itu masyarakatnya heterogen dengan beragam kepentingan dan kemampuan yang juga beragam.

Namun yang jelas kehadiran Kampung/Desa Tangguh ini memegang peranan penting, terutama ketika ada warga yang terinfeksi virus COVID-19. Siapa dan melakukan apa menjadi hal penting untuk mempercepat penanganan. Paling penting di sini mengidentifikasi warga yang terinfeksi apakah gejala ringan atau berat.

Apabila memiliki gejala berat berarti harus ada yang berperan untuk menginformasikan ke rumah sakit rujukan. Namun apabila tanpa gejala atau gejala ringan maka harus ada yang memastikan pasien menjalani isolasi secara benar.

Saat menjalani isolasi harus dipastikan warga tetap mudah mendapat kebutuhan sehari-hari. Tentunya harus ada pengaturan dan tata cara untuk mengirimkan kebutuhan terutama pangan dan obat-obatan. Termasuk apabila ada warga yang meninggal akibat COVID-19.

Tentunya harus ada prosedur tetap (protap) untuk memastikan pemakaman sesuai protokol, termasuk membantu petugas melakukan penelusuran (tracing) serta membantu keluarga yang tengah mengalami kesulitan.

Di tengah pandemi saat ini penerapan protokol kesehatan COVID-19 sebisa mungkin di tingkat mikro. Mulai dari sosialisasi 5M, membantu warga terdampak wabah, hingga penanganan bagi warga yang menjadi korban. Sangat tidak mungkin, sedikit-sedikit penanganan COVID-19 diserahkan kepada pemerintah, apa yang dapat diselesaikan ditingkat desa/kampung sebaiknya diterapkan.

Peran masyarakat di tengah wabah COVID-19 ini memang merupakan langkah efektif untuk memutus mata rantai penularan. Pendekatan sosial/masyarakat ini memegang peranan penting mengingat dalam menghadapi wabah seperti ini tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah sepenuhnya. Di sini membutuhkan peran aktif dari masyarakat untuk memerangi virus COVID-19.

Pemerintah dapat menjalankan kebijakan makro terkait dengan memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Sedangkan untuk tatanan pengawasan dan edukasi seharusnya bisa dilaksanakan di tingkat mikro.

Kampung Tangguh di sini memegang peranan penting sebagai perpanjangan tangan pemerintah di tingkat kampung/desa. Meskipun ini juga tidak mudah mengingat belum semua masyarakat paham mengenai virus COVID-19 serta bagaimana tindaklanjutnya kalau ada anggota keluarga atau dirinya tertular.

Baca juga: Kodam Jaya-Polda Metro bentuk Kampung Tangguh percontohan
Baca juga: Kampung Tangguh Jaya nihilkan COVID-19 di tujuh wilayah di Jakbar
Warga mencuci tangan pada fasilitas yang disediakan di Kampung Tangguh Jaya RW 9, Johar Baru, Jakarta Pusat, Sabtu (30/1/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww. (ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA)
Pendekatan
Pendekatan ilmu kemasyarakatan (sosial) tampaknya mulai diterapkan pemerintah untuk menghadapi kasus COVID-19 yang belum juga ada tanda-tanda penurunan. Sebagai negara dengan penduduknya senang bersosialisasi memang membutuhkan pendekatan berbeda.

Peran pemuka/tokoh masyarakat menjadi hal penting dalam pendekatan sosial. Seperti diketahui dalam kehidupan bermasyarakat terdiri dari kelompok-kelompok yang saling berinteraksi. Masing-masing kelompok ini memiliki pimpinan yang disebut sebagai pemuka/tokoh.

Pendekatan ini yang lantas dilaksanakan Polda Metro Jaya dan Kodam Jaya yang mulai meningkatkan peran Bhabinkamtibmas dan Babinsa untuk melakukan pendekatan kepada pemuka/tokoh untuk menghadapi wabah COVID-19.

Seperti kasus masker. Saat ini harus dilakukan pendekatan terus-menerus terhadap masyarakat agar patuh menggunakan masker. Tak jarang, konflik terjadi antara penegak hukum dengan masyarakat yang tidak patuh menggunakan masker.

Pendekatan melalui pemuka/tokoh dalam ilmu kemasyarakatan bisa lebih efektif untuk membangun kesadaran masyarakat menggunakan masker. Saat ini masih ada kelompok masyarakat yang tidak percaya virus COVID-19 itu ada. Menghadapi masyarakat seperti ini tidak bisa sekedar persuasif atau sanksi.

Menghadapi masyarakat seperti ini butuh survei untuk memastikan dalam kelompok itu siapa yang didengar. Katakanlah dalam dalam kampung X hanya ustadz Y yang didengar, maka tokoh ini yang seharusnya dipegang untuk memberikan edukasi kepada masyarakat.

Belajar dari program Keluarga Berencana (KB) untuk menjaga jarak kelahiran. Program ini sukses terselenggara melalui pendekatan dari bidan. Masyarakat terutama di desa banyak yang lebih mendengar nasihat bidan, termasuk soal program menjarangkan kelahiran.

Memang membutuhkan kesabaran untuk mengetahui siapa yang menjadi panutan dalam komunitas di suatu daerah. Personel Bhabinkamtibmas dan Babinsa yang ditempatkan di suatu daerah seharusnya sudah dibekali kemampuan untuk menentukan siapa dalam kelompok masyarakat memiliki peran.

Setiap masyarakat dalam kelompok memiliki peran masing-masing dalam pergaulan selama ini. Hal ini terkadang juga menentukan perilaku masyarakat dalam kelompok tersebut. Apakah ini sulit? Sepertinya tidak, sepanjang kita bisa menempatkan diri dalam kelompok itu.

Dalam lingkup kelompok, dalam menghadapi wabah ini bisa dipetakan berdasarkan peran masing-masing yakni tenaga kesehatan, petugas keamanan, pekerja sosial, administrator, panutan dan keluarga. Kebijakan dalam skala mikro sepertinya peran ini juga dapat diterapkan.

Masing-masing peran ini bisa berjalan apabila melakukan sinergi tentunya hal ini membutuhkan kepemimpinan untuk menggerakkan sinergi tersebut. Termasuk untuk membantu anggota kelompok yang tengah mengalami kesulitan biasanya terjadi karena pekerjaannya sudah terlalu berlebih.

Baca juga: Kapolda dan Pangdam Jaya ingatkan warga bersama-sama lawan COVID-19
Baca juga: Kampung Tangguh Jaya efektif tekan COVID-19 di tiga wilayah di Jaktim
Warga memanen sayuran gratis untuk tetangganya yang melakukan isolasi mandiri karena terpapar COVID-19 di Kampung Tangguh Jaya RW 9, Johar Baru, Jakarta Pusat, Sabtu (30/1/2021). Selain untuk meningkatkan kesadaran warga dalam menjalankan protokol kesehatan guna memutus penularan COVID-19, program Kampung Tangguh Jaya juga bertujuan dalam penanganan bersama pada warga terpapar virus corona, antara lain melalui penyediaan ruang isolasi mandiri, penyediaan logistik gratis, penjualan Sembako murah, serta penyediaan sumber pangan secara mandiri (lele dan sayuran hidroponik) kepada warga terpapar dan terdampak. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.

Seberapa tangguh?
Sekarang yang menjadi pertanyaan seberapa tangguh kampung yang ada di Jakarta dalam menghadapi COVID-19. Apakah kebijakan pemerintah DKI Jakarta untuk membatasi pergerakan masyarakat bisa efektif dijalankan.

Kalau melihat masih terjadinya klaster-klaster baru di beberapa wilayah di Ibu Kota sepertinya masih membutuhkan usaha lebih keras lagi. Payung hukum tidak akan jalan apabila pendekatan kemasyarakatan masih sebatas diskusi dan belum sampai pada tatanan implementasi.

Seharusnya dengan dilaksanakan pembatasan-pembatasan dengan penerapan PSBB atau yang kini berlaku PPKM membuat pergerakan masyarakat kian dibatasi. Dalam ilmu sosial mobilitas warga ini dikenal sebagai social mobility yang terjadi karena adanya kepentingan.

Sepanjang kepentingan-kepentingan ini dikurangi maka pergerakan masyarakat pun akan berkurang. Lantas apa saja kepentingan itu. Banyak macamnya namun dapat dibedakan menjadi dua yakni horisontal dan vertikal. Horisontal apabila kaitannya karena kelompok yang sama misalnya pekerjaan, sedangkan vertikal lebih karena jenjang.

Kepentingan ini bisa dikurangi karena adanya kewenangan. Siapa yang dapat mengeluarkan kewenangan. Di sini ada jenjangnya. Persoalannya jenjang ini demikian panjang sehingga memang dibutuhkan penyederhanaan untuk memotong mobilitas warga.

Mampukah di tingkat mikro kepentingan-kepentingan warga yang beragam ini dibatasi. Sebenarnya kebijakan Kampung Tangguh ini bisa lebih mumpuni apabila personel yang ditempatkan di Kampung Tangguh memiliki kewenangan yang dapat mewakili kewenangan di atasnya.

Dengan adanya kewenangan ini maka personel yang ditempatkan untuk membentuk kampung tangguh lebih "powerful" termasuk dalam melakukan pendekatan terhadap tokoh/ pemuka masyarakat.

Personel ini harus memiliki kemampuan untuk menghubungkan penanggungjawab yang berserak menjadi satu kesatuan. Sebagai gambaran bagaimana menyelaraskan dengan pengajar agar siswa sekolah tetap beraktivitas di rumah, tidak seperti sekarang, masih banyak yang dengan bebas berjalan-jalan di pusat belanja atau nongkrong di kafe.

Kondisi kasus COVID-19 yang belum ada tanda-tanda turun merupakan indikator program yang dijalankan untuk memutus mata rantai penularan belum berjalan efektif.

Sementara itu, okupansi rumah sakit rujukan COVID-19 sudah lebih dari 70 persen. Akibatnya, rumah sakit hanya menerima pasien dengan gejala sedang dan berat. Sedangkan pasien bergejala ringan, disarankan isolasi mandiri.

Sejak kasus COVID-19 naik cukup signifikan dan jumlah kasusnya sudah tembus lebih dari satu juta, mulai pertengahan Januari 2021, pemerintah Indonesia memutuskan untuk menerapkan karantina wilayah pada tingkat mikro.

Dengan kebijakan ini, penerapan kampung tangguh menjadi benteng terakhir untuk mencegah wabah COVID-19 masuk ke lingkungan termasuk lingkungan keluarga. Edukasi menjadi cara yang paling ampuh untuk menghadapi virus ini mengingat masih adanya masyarakat yang belum sadar hadirnya virus yang mematikan ini.

Perang terhadap COVID-19 juga masih berlangsung lama. Perang ini semakin lama apabila masyarakat tidak bergotong-royong untuk memeranginya. Meskipun saat ini sudah vaksin, namun patut diingat juga jumlah yang tersedia masih terbatas yakni baru tiga juta dosis.

Berangkat dari fakta itu, berbagai upaya pencegahan sekaligus perlindungan seharusnya dapat dilakukan mulai dari lingkup mikro. Mulai dengan cara yang mudah yakni dengan menerapkan 5M (Memakai Masker, Mencuci Tangan, Menjaga Jarak, Menjauhi Kerumunan, Mengurangi Mobilitas).

Sampai dengan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai gaya hidup sehat, bagaimana mengisi hari-hari di rumah, bagaimana menjaga daya tahan tubuh dan berbagai upaya untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Sejauh ini, pendekatan sosial yang diterapkan melalui Kampung Tangguh memang sudah di jalur yang tepat. Persoalan tinggal kewenangan agar personel yang ditempatkan dapat membentuk kelompok dengan dirigen yang mampu menyelaraskan persepsi masyarakat yang berbeda-beda terhadap COVID-19.

Pendekatan ini setidaknya bisa menjadikan Kampung Tangguh benar-benar menjadi garda terdepan untuk memutuskan wabah yang mematikan ini.

Copyright © ANTARA 2021