Surabaya (ANTARA News) - Pakar linguistik dari Universitas Kristen Petra Surabaya, Prof. Dr. Esther Kuntjara, menilai bahwa sejumlah situs jejaring sosial di dunia maya layaknyai facebook, twitter, dan sejenisnya telah merusak bahasa.

"Hal itu karena dunia maya menggunakan bahasa lisan yang ditulis, bukan bahasa tulis atau bahasa lisan, sehingga bahasa lisan yang ditulis dapat mengacaukan bahasa baku," katanya dalam seminar di kampus setempat, Selasa.

Setelah berbicara dalam seminar Language in The Online and Offline World (LOOW) yang digagas Jurusan Sastra Inggris UK Petra Surabaya itu, dosen UK Petra Surabaya itu menyatakan bahasa lisan yang ditulis itu dikenal dengan istilah alay.

"Saya sendiri tahu istilah bahasa alay itu justru dari penelusuran melalui facebook. Yang jelas, bahasa alay itu mencampur aduk antara tulisan, lisan, dan gambar, sehingga semuanya menjadi kacau," katanya.

Menurut alumni Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga itu, kekacauan bahasa itu terlihat karena peletakan gambar yang seenaknya dan kadang emosi juga diungkapkan secara tidak tepat.

"Misalnya, kalau menyatakan tertawa keras ditulis dengan LOL, padahal mungkin saja penulis itu justru sedang marah, bukan tertawa, sehingga semuanya menjadi kacau atau rumit," kata alumni S2 dari San Fransisco State University, AS itu.

Anehnya, katanya, bahasa yang rusak itu justru dianggap sebagai kreatifitas. "Penutur bahasa dalam dunia maya memang kreatif, tapi kalau rusak-rusakan kok dibilang kreatif sih," katanya, sambil tersenyum.

Dalam kondisi seperti itu, katanya, Indonesia justru sangat tertinggal dalam kosakata baru dalam istilah teknologi informasi, sehingga orang mengambil bahasa aslinya seperti komputer, online, download, upload, website, dan sebagainya.

"Memang sudah diupayakan download diterjemahkan dengan unduh atau website dengan laman, tapi hal itu kalah cepat, sehingga hal itu tidak laku," katanya.

Alumni S3 dari Indiana University of Pennsylvania, Amerika Serikat (AS), itu mengatakan bahwa dunia maya juga memunculkan sosok yang mudah berubah dalam satu waktu.

"Identitas dalam dunia maya itu mudah diubah, sehingga kalau kita mau apa saja bisa, bahkan bicara dengan sekian orang dengan karakter berbeda juga bisa, apalagi mengubah status di facebook itu juga sangat mudah," katanya.

Ia menambahkan kerusakan bahasa dan mudahnya perubahan identitas dalam dunia maya itu melahirkan generasi yang berani bersikap dan asosial atau individualis.

"Bagaimana tidak dikatakan asosial, karena ayah, ibu, dan anak mengetahui kegiatan masing-masing hanya lewat dunia maya. Di dalam facebook, si anak bilang saya sedang mandi, si ibu bilang kalau dirinya sedang makan, dan sebagainya. Semuanya lewat BB (blackberry)," katanya menambahkan.
(T.E011/D010/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010