Baghdad (ANTARA News/AFP) - Sejumlah pembom bunuh diri dan penyerang bersenjata yang memakai seragam militer membunuh 15 orang dan melakukan penyanderaan dalam serangan yang berani Minggu di Bank Sentral Irak di Baghdad, dan pasukan keamanan segera mengepung bangunan itu.

Kekerasan mulai terjadi sekitar pukul 14.50 waktu setempat (pukul 18.50 WIB) ketika seorang penyerang bunuh diri yang mengenakan seragam kapten angkatan darat meledakkan bom di dekat bangunan itu, yang menjatuhkan sejumlah korban, kata seorang pejabat tinggi kementerian pertahanan.

Penyerang menguasai bangunan itu, sementara delapan ledakan terdengar di daerah itu dalam waktu kurang dari satu jam di tengah berlangsungnya tembak-menembak. Sejumlah helikopter terbang mengitari daerah itu.

Kelompok orang bersenjata terus menduduki bangunan tersebut dan mereka menempatkan sejumlah penembak jitu di atap bangunan itu untuk mencegah polisi dan prajurit menguasai lagi bank tersebut, kata pejabat pertahanan itu.

Sebagian besar dari mereka yang tewas adalah pegawai bank, dan 43 orang cedera, kata seorang pejabat kementerian dalam negeri, dengan menambahkan bahwa banyak pegawai masih disandera di dalam bank itu.

Mayor Jendral Qassim Atta, seorang juru bicara komando keamanan di Baghdad, mengatakan, pasukan dan polisi "mengepung" penyerang yang disebutnya sebagai "kelompok teroris".

Ia menyatakan, masih belum jelas apakah mereka berniat merampok bank itu, menyerang pegawainya dan melakukan penyanderaan, atau menghancurkan bangunan tersebut.

Dalam kekerasan lain Minggu, dua polisi tewas ditembak oleh gerilyawan di kota bergolak Mosul, 350 kilometer sebelah utara Bahgdad, kata seorang pejabat keamanan.

Ketidakpastian politik setelah pemilihan umum 7 Maret telah menyulut peningkatan kekerasan dalam dua bulan terakhir. Menurut data pemerintah, 337 orang tewas dalam kekerasan pada Mei.

Kekerasan di Irak mencapai puncaknya antara 2005 dan 2007, kemudian menurun tajam, dan serangan-serangan terakhir itu menandai terjadinya peningkatan.

Hampir 400 orang tewas dan lebih dari 1.000 lain cedera tahun lalu dalam serangan-serangan bom terkoordinasi di sejumlah gedung pemerintah, termasuk kementerian-kementerian keuangan, luar negeri dan kehakiman pada Agustus, Oktober dan Desember.

Pemilihan umum pada 7 Maret tidak menghasilkan pemenang yang jelas dan bisa memperdalam perpecahan sektarian di Irak, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai peningkatan kekerasan ketika para politikus berusaha berebut posisi dalam pemerintah koalisi yang baru.

Seorang jendral senior AS dalam wawancara dengan AFP beberapa waktu lalu memperingatkan, gerilyawan mungkin akan melancarkan serangan-serangan yang lebih mengejutkan seperti pemboman dahsyat di Baghdad pada 25 Oktober, menjelang pemilihan umum Maret.

Mayor Jendral John D. Johnson mengatakan bahwa meski situasi keamanan akan stabil pada pertengahan tahun ini, kekerasan bermotif politis yang bertujuan mempengaruhi bentuk pemerintah mendatang merupakan hal yang perlu dikhawatirkan.

Dua serangan bom bunuh diri menewaskan 153 orang di Baghdad pusat pada 25 Oktober.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.

Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.

Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010