Bogor (ANTARA News) - Kemacetan arus lalu lintas di kawasan Puncak sudah berlangsung sejak tahun 1990 namun kondisinya saat ini semakin parah, warga menyesalkan kurangnya perhatian Pemerintah Kabupaten mengatasi kemacetan di Puncak.

"Setiap kali macet selalu warga Cisarua yang jadi dirugikan, kami kecewa dengan kinerja pemerintah yang mementingkan para wisatawan tapi menyengsarakan warga. Macet ini terjadi karena Pemkab tidak peduli," ujar Kodrat Arif Widodo salah seorang masyarakat Cisarua.

Menurut Kodrat, ketidakpedulian Pemkab Bogor terlihat dari tidak adanya upaya pemerintah untuk mencari solusi mengatasi kemacetan.

Setiap kali kemacetan terjadi hanya diberlakukan sistem buka tutup dan satu arah. Hal ini kata Kodrat hanya solusi yang sifatnya bukan jalan keluar tapi solusi sesaat.

Setiap akhir pekan, Kodrat sebagai pegawai swasta yang diharuskan masuk kerja setiap harinya terpaksa menunda pulang dengan menunggu arus normal di Pos Polisi Gadok.

"Kalau sudah hari libur, pulang kerja saya selalu singgah di Pos Polisi Gadok ini, karena saya terjebak macet akibat diberlakukannya sistem satu arah, dan itu berjam-jam lamanya menunggu arus kembali normal," kata pria yang berkerja disalah satu perusahaan yang terdapat di Kota Bogor.

Kodrat keluar dari kantornya sekitar jam 17:00 WIB, angkot yang ditumpanginya dari arah Bogor menuju Cisarua terjebak macet dari arah Ciawi menuju Simpang Gadok, akibat diberlakukannya sistem satu arah.

Ia tertahan di Simpang Gadok hingga pukul 20:00 WIB, kondisi ini menurut dia sangat merugikannya. Karena ia yang harusnya bisa lancar pulang ke rumahnya terpaksa menahan capek menunggu jalur menuju Puncak dibuka kembali.

Kodrat menyayangkan sikap Pemerintah Kabupaten yang tidak membatasi jumlah usaha yang terdapat di kawasan Puncak. Maraknya tempat usaha di Puncak menjadi pemicu kemacetan arus, karena jalan yang sudah sempit banyak digunakan para pengunjung untuk berbelanja dipinggir jalan.

Ia juga menyesalkan Pemkab tidak melakukan pengawasan tehadap tempat usaha yang ada di kawasan Puncak apakah sudah memiliki standar parkir kendaraan yang memadai atau belum.

Menurutnya dia kemacetan di kawasan Puncak diperparah sejak berdirinya Taman Wisata Matahari dan Cimori. Karena dua tempat usaha tersebut tidak memiliki lahan parkir yang layak sehingga setiap kali akhir pekan pengunjungnya memadati jalur dan menyebabkan macet.

"Pemerintah hanya memikirkan keuntungan saja, izin dikeluarkan tanpa mengakaji dampak dari lokasi itu ada. Macet tidak teratasi setiap tahunnya pemerintah diam saja," tandasnya.

Kasat Lantas Polres Bogor, AKP Hendra Gunawan, mengatakan, guna mengurai kemacetan, Polres Bogor menurunkan 120 personil setiap akhir pekan mengatur arus lalu lintas. Memberlakukan sistem buka tutup dan satu arah merupakan langkah prefentif yang dilakukan pertugas polisi untuk mengatur arus tetap lancar.

"Untuk mengatur arus tetap lancar, kita hanya bisa memberlakukan sistem satu arah dan buka tutup. Belum ada langkah yang optimal mencegah macet, selain melalui jalur alternatif," ujar Hendra.

Namun, langkah inipun dinilai tidak efektif. Untuk mengatur arus lalu lintas di Puncak, menggunakan sistem satu arah, jalur yang ditutup juga menimbulkan kerugian bagi pihak lain.

"Kalau sudah satu arah, bisa berjam-jam kita menunggu jalur dibuka. Sistem ini tidak efektif mengatasi kemacetan puncak," kata Kodrat.

Menurut Kodrat, hendaknya pemerintah Kabupaten Kota mengawasi tempat-tempat usaha yang ada di kawasan Puncak. Menegur setiap usaha yang tidak memiliki lokasi parkir yang menjadi penyebab timbulnya kemacetan.

Kodrat pernah menyampaikan keluhannya kepada aparat pemerintahan dari jenjang RT, RW hingga kekecamatan. Bahkan dia bersama-sama warga ditempat tinggalnya pernah melayangkan surat untuk peninjauan persoalan kemacetan, namun tidak ada tanggapan hingga kini.

Kodrat menegaskan, bahwa jika situasi ini berlarut-larut bisa menimbulkan gejolak amarah di masyarakat karena meresa dirugikan. Ia pun menghimbau Pemkab untuk peduli terhadap permasalahan kemacetan di Puncak. (LR/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010