Gowa, Sulsel (ANTARA News) - Kapolresta Gowa AKBP Rudy Hananto yang ikut memukul mundur massa pasangan nomor urut dua Andi Maddusila Andi Idjo-Jamaluddin Rustam (AMAL) menyiagakan tiga Satuan Setingkat Kompi (SSK) personel gabungan.

"Awalnya kita hanya menyiagakan satu SSK di sekitar KPU Gowa dan setelah massa mulai ricuh kami mendapat bantuan personel dari Polwiltabes Makassar dan Brimob Polda Sulselbar," kata AKBP Rudy Hananto, di Makassar, Jumat malam.

Ia mengatakan, dua SSK pasukan gabungan dari Samapta Polwiltabes Makassar dan Brimob Polda Sulselbar itu hanya di bawah kendali operasi (BKO) Polresta Gowa dan ditempatkan di beberapa tempat rawan lainnya seperti PPK dan Panwaslu.

Namun setelah melihat kebrutalan massa akhirnya Kapolres menarik dua SSK pasukannya itu untuk berjaga di KPU Gowa.

"Hari ini kita memang menyiagakan tiga SSK dan setelah malam ini kita akan tetap menyiagakannya hingga proses tahapan pilkada selesai," ujarnya.

Ia mengungkapkan, bentrokan antara massa pendukung dengan polisi terjadi setelah adanya oknum yang melakukan pelemparan batu dari luar pagar kantor KPU Gowa.

Polisi yang sudah bersiaga sejak pagi di kantor KPU Gowa langsung bereaksi mengejar pelaku pelemparan itu. Dalam kondisi yang kocar kacir itu, massa yang sudah melengkapi dirinya dengan batu langsung terlibat saling lempar satu sama lain.

Akibatnya, sejumlah warga yang ikut dalam kerumunan massa itu terkena lemparan batu dan pukulan pentungan dari polisi.

Salah satu korban pemukulan polisi, Ismail langsung dievakuasi oleh anggota Polres Gowa ke dalam kantor KPU untuk mendapatkan perawatan.

Ismail yang ditemui mengaku jika pukulan dan tendangan yang ia terima dari polisi merupakan resiko dari aksi unjuk rasa. Meskipun mengalami luka sobek pada bagian wajahnya ia tidak menuntut karena pelaku pemukulan juga tidak dikenalnya.

"Saya tidak menuntut karena situasi memang pada saat itu sedang kacau. Saat itu saya memang berusaha menenangkan massa tetapi saya juga mendapat tendangan dan pukulan pentungan dari anggota kepolisian. Meskipun demikian, saya menerimanya sebagai resiko unjuk rasa," katanya.(*)
(T.KR-MH/F003/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010