Ramadi, Irak (ANTARA News/AFP) - Seorang wanita melancarkan serangan bom bunuh diri di pintu gerbang kantor pemerintah di kota Ramadi, Irak barat, Minggu, menewaskan sedikitnya empat orang, kata seorang pejabat kementerian dalam negeri.

Serangan itu terjadi di tengah meningkatnya kekerasan yang dalam beberapa pekan ini melanda provinsi Anbar dan ibukotanya, Ramadi, yang memecahkan masa relatif tenang yang telah lama berlangsung di wilayah itu, yang dulu menjadi pusat kegiatan Al-Qaeda dan gerilyawan Sunni.

"Sedikitnya empat orang tewas dan 23 lain terluka, termasuk wanita dan anak-anak, dalam serangan bom bunuh diri oleh seorang wanita di pintu gerbang kantor pemerintah provinsi," kata pejabat itu.

Para pejabat daerah belum memberikan konfirmasi atas jumlah korban tersebut.

Mohammed Fathi, juru bicara pemerintah provinsi Anbar, yang mengutip laporan-laporan awal rumah sakit, mengatakan sebelumnya kepada AFP, sedikitnya 10 orang cedera dalam serangan di daerah sebelah barat Baghdad itu.

Di tempat lain lagi, seorang penyerang bom bunuh diri membunuh dua polisi ketika ia meledakkan sabuk bom pada saat ditembaki oleh aparat di dekat sebuah kantor polisi pusat di kota Mosul, Irak utara, kata Kolonel Polisi Taha Salaheddin.

Di kota minyak Kirkuk, Irak utara, seorang penyerang bunuh diri meledakkan bom di luar kantor pemerintah, mencederai sembilan orang yang mencakup seorang pejabat yang bertanggung jawab atas properti keagamaan, kata Kolonel Polisi Khalil Ibrahim.

Meski kekerasan secara umum turun di sebagian besar Irak, provinsi-provinsi Kirkuk dan Nineveh, yang beribukotakan Mosul, tetap menjadi ajang serangan mematikan, antara lain karena ketegangan sektarian.

Statistik pemerintah yang dikeluarkan pada Rabu malam menunjukkan penurunan tajam dalam jumlah orang Irak yang tewas dalam kekerasan politik pada Juni dibanding dengan bulan yang sama pada 2009.

Secara keseluruhan, 284 orang -- 204 warga sipil, 50 polisi dan 30 prajurit -- tewas bulan lalu, kata kementerian-kementerian kesehatan, pertahanan dan dalam negeri di Baghdad kepada AFP.

Pada Juni 2009, jumlah korban tewas dalam kekerasan di Irak mencapai 437.

Jumlah korban tewas pada Juni juga turun dibanding dengan pada Mei, ketika 337 warga sipil, polisi dan prajurit tewas dalam kekerasan dalam bulan yang disebut-sebut paling mematikan bagi warga sipil itu.

Namun, serangan Minggu itu merupakan yang terakhir dari rangkaian kekerasan yang meningkat di Irak dalam beberapa waktu ini.

Ketidakpastian politik setelah pemilihan umum 7 Maret telah menyulut peningkatan kekerasan dalam dua bulan terakhir. Menurut data pemerintah, 337 orang tewas dalam kekerasan pada Mei.

Kekerasan di Irak mencapai puncaknya antara 2005 dan 2007, kemudian menurun tajam, dan serangan-serangan terakhir itu menandai terjadinya peningkatan.

Hampir 400 orang tewas dan lebih dari 1.000 lain cedera tahun lalu dalam serangan-serangan bom terkoordinasi di sejumlah gedung pemerintah, termasuk kementerian-kementerian keuangan, luar negeri dan kehakiman pada Agustus, Oktober dan Desember.

Pemilihan umum pada 7 Maret tidak menghasilkan pemenang yang jelas dan bisa memperdalam perpecahan sektarian di Irak, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai peningkatan kekerasan ketika para politikus berusaha berebut posisi dalam pemerintah koalisi yang baru.

Seorang jendral senior AS dalam wawancara dengan AFP beberapa waktu lalu memperingatkan, gerilyawan mungkin akan melancarkan serangan-serangan yang lebih mengejutkan seperti pemboman dahsyat di Baghdad pada 25 Oktober, menjelang pemilihan umum Maret.

Mayor Jendral John D. Johnson mengatakan bahwa meski situasi keamanan akan stabil pada pertengahan tahun ini, kekerasan bermotif politis yang bertujuan mempengaruhi bentuk pemerintah mendatang merupakan hal yang perlu dikhawatirkan.

Dua serangan bom bunuh diri menewaskan 153 orang di Baghdad pusat pada 25 Oktober.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Pemboman di Baghdad dan di dekat kota bergolak Mosul tampaknya bertujuan mengobarkan lagi kekerasan sektarian mematikan antara orang-orang Sunni dan Syiah yang membawa Irak ke ambang perang saudara.

Meski ada penurunan tingkat kekerasan secara keseluruhan, serangan-serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil hingga kini masih terjadi di Kirkuk, Mosul dan Baghdad.

Banyak orang Irak juga khawatir serangan-serangan terhadap orang Syiah akan menyulut lagi kekerasan sektarian mematikan antara Sunni dan Syiah yang baru mereda dalam 18 bulan ini. Puluhan ribu orang tewas dalam kekerasan sejak invasi pimpinan AS ke Irak pada 2003. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010