Meulaboh, Aceh Barat (ANTARA News) - Perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Prima Argo Lestari (PAL) yang mendapat Hak Guna Usaha (HGU) sudah beroperasi meski belum mengantongi izin lengkap, kata seorang anggota Komisi-B DPRK Aceh Barat setempat Ramli.

"Ini merupakan hasil temuan Panitia Khusus (Pansus) Komisi-B DPRK Aceh Barat. Mereka sudah beroperasi meski izin PT PAL belum lengkap. Meski demikian perusahaan ini sudah beroperasi sejak 2009," katanya di Meulaboh, Rabu.

Hasil temuan pansus tersebut sudah diserahkan kepada pimpinan DPRK dan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, namun hingga sekarang belum ada tindaklanjutnya.

"Sepertinya pimpinan dewan bersekongkol dengan eksekutif dengan tujuan PT PAL tetap beroperasi. Indikasinya hasil temuan Pansus belum ditindaklanjuti sampai sekarang," katanya.

Menurut dia, PT PAL hingga saat ini belum memiliki izin lengkap,

khususnya mengenai Analisis Dampak Lingkungan (Amdal). Padahal Amdal ini penting bagi pelestarian lingkungan, ujarnya.

"Kami sudah memanggil dua kali pihak PT PAL dan tim pengurus Sekdakab Aceh Barat guna minta penjelasan tentang belum lengkapnya izin yang dikantonginya," katanya.

Pansus kemudian mengetahui bahwa dalam proses pengoperasian perusahaan ini ditemukan Memorandum Of Understanding (MOU) atau kesepakatan bagi hasil antara PT PAL dan Pemkab Aceh Barat.

Sementara dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan terungkap izin yang dimiliki perusahaan tersebut hanya Surat Perizinan Usaha Perdagangan (SIUP) atas lahan seluas 8.500 hektare.

Dalam SIUP yang ditandatangani Gubernur Aceh Irwandi Yusuf disebutkan, lahan perkebunan PT PAL berada diempat kecamatan yakni Samatiga, Arongan Lambalik, Kaway XI dan Woyla, katanya.

"Bahkan pada pertengahan Mei 2010 ketika tim pansus menelusuri area hutan PT PAL di Kecamatan Woyla, mendapat laporan bahwa warga mengeluh tanahnya diserobot perusahan tersebut," katanya.

Sementara Ketua Komisi-B DPRK Aceh Barat Abdul Kadir mengatakan, pihaknya telah mendesak pimpinan untuk melayangkan surat panggilan kepada pimpinan PT PAL.

Menanggapi tudingan itu, Wakil Ketua DPRK Aceh Barat Mazrisal menyayangkan sikap anggota Komisi-B karena unsur pimpinan telah optimal menjalankan fungsinya.

"Ini lebih diakibatkan pola kerja komisi yang tidak beruntun karena selama ini hanya bersifat responsif. Pimpinan sudah bekerja sebaik mungkin sesuai fungsi," katanya.

Menanggapi dugaan adanya persekongkolan pimpinan dewan-eksekutif seperti dituding Ramli dari Komisi-B DPRK setempat, Mazrisal dengan tegas membatahnya.

"Jadi, kedekatan unsur pimpinan dewan dengan eskekutif jangan diartikan ada persekongkolan. Itukan cara pandang dan berpikir yang dangkal," ujarnya.

"Ada perbedaan persepsi, menganggap kerja legislatif-eksekutif harus berbenturan. Sebenarnya, fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif harus sejalan mencari solusi terhadap setiap masalah yang muncul," ujarnya.

Berkaitan dengan PT PAL, kata Mazrisal, pihaknya akan memanggil kembali perusahaan HGU tersebut sesuai permintaan komisi. Ini perlu dilakukan bagi penyelesaian masalah.
(T.PSO-137*BDA1/S019/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010