Singkawang,  (ANTARA News) - Suasana malam di Singkawang kini semakin semarak setelah ratusan rumah toko (Ruko) yang terletak di pusat perdagangan kota berjuluk Seribu Kelenteng itu memasang lampion di teras masing-masing, Rabu.

Di Jalan Sejahtera, Jalan Pasar Turi, Jalan Diponegoro, Jalan Sama-sama, Jalan Stasiun, lampion-lampion tersebut seolah tengah menunggu malam untuk dinyalakan.

Lampion beragam bentuk dengan dominasi warna merah itu dipasang berkaitan dengan penyelenggaraan Festival Lampion menyambut Tahun Baru Imlek 2560 untuk kategori rumah tinggal, Ruko dan lingkungan pada Minggu (25/1) pukul 19.00 WIB.

Akuang, pemilik toko kelontong Sejahtera mengatakan, lampion sudah menjadi bagian dari perayaan Imlek bagi masyarakat keturunan Tionghoa. Selain itu, lampion diyakini mampu mengusir roh jahat dan mendatangkan rezeki.

"Yang jelas, kemeriahan Imlek akan semakin terasa kalau banyak lampion," kata Akuang disela-sela melayani pembeli.

Selain Festival Lampion, ada juga Pawai Lampion yang digelar Minggu (8/2) malam dengan start di halaman Kantor Walikota dan finish di Gedung Happy Building.

Pawai Lampion menampilkan berbagai bentuk dan ukuran seperti naga, barongsai, serta miniatur vihara dengan rute mengelilingi jalan-jalan utama di Kota Singkawang.

Dengan porsi penduduk keturunan Tionghoa mencapai 42 persen, Kota Singkawang terasa lebih meriah pada setiap perayaan Imlek, Cap Go Meh, maupun ritual lainnya seperti Sembahyang Kubur. Terlebih sudah dua tahun terakhir Singkawang dipimpin oleh Walikota keturunan Tionghoa yang pertama, Hasan Karman.

Dari berbagai laman, Imlek dimulai sejak tahun 2637 Sebelum Masehi (SM), sewaktu Kaisar Oet Tee/Huang Ti (2698-2598 SM) mengeluarkan siklus pertama pada tahun ke-61 masa pemerintahannya.

Penanggalan Imlek, sebutan asalnya adalah He Lek yang merupakan penanggalan Dinasti Ke/Hsia (22-5-1766 SM), dinasti yang pertama kali menetapkan tahun barunya sama dengan tibanya musim semi.

Kemudian Dinasti Sing/Ien (1766-1122 SM) menetapkan tahun barunya mengikuti Dinasti He yakni akhir musim dingin. Dinasti Cou/Chin (1122-255 SM) merasakan bahwa sistem penanggalan yang dipakai Dinasti Ciu kurang mempunyai nilai praktis yaitu karena tahun baru jatuh pada hari Tangcik (Tung Ze). Saat itu hari tengah musim dingin, menurut pendapat Nabi Khongcu, penanggalan Dinasti He yang paling tepat.(*)

 

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009